Universitas Gadjah Mada Universitas Gadjah Mada
Direktorat Pengabdian Kepada Masyarakat
  • Beranda
  • SDG'S
  • SDGs 1 : Menghapus Kemiskinan
Arsip:

SDGs 1 : Menghapus Kemiskinan

Kampung Madu Kedungpoh Lor Siap Menjadi Destinasi Eduwisata yang Menginspirasi

KKNSDGs 1 : Menghapus KemiskinanSDGs 2 : Tanpa KelaparanSDGs 8 : Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan EkonomiSDGs 9 : Industri, Inovasi dan Infrastruktur Friday, 29 August 2025

Pasar Kampung Madu. Foto: Mahasiswa KKN-PPM UGM Unit 2024-YO174 Nglipar, Kab. Gunung Kidul

Dusun Kedungpoh Lor yang terletak di Nglipar, Gunungkidul, DI Yogyakarta, telah dikenal sebagai penghasil madu alami dan pusat kegiatan berbasis masyarakat yang patut diapresiasi. Kampung Binaan PLN, hasil kolaborasi antara PLN, UGM, dan masyarakat Kedungpoh ini memiliki berbagai kelompok swadaya masyarakat yang aktif bergerak, seperti Kelompok Wanita Tani, Kelompok Petani Madu, dan Kelompok Bank Sampah. Kegiatan utama meliputi budidaya lebah madu Apis cerana , pengelolaan Pasar Kampung Madu, pengoperasian greenhouse , pengelolaan sampah organik dan anorganik, serta pelestarian Hutan Rakyat Pandanwangi yang menjadi aset penting dalam mendukung keberlanjutan desa.

Dalam upaya meningkatkan potensi lokal tersebut, rencana pembangunan eduwisata Kampung Madu diharapkan mampu memperkenalkan keunikan desa ini kepada khalayak luas sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi lokal. Eduwisata ini akan menggabungkan aspek edukasi, budaya, dan pariwisata untuk menarik minat wisatawan domestik maupun mancanegara.

“Kemudian, pada 2025 PLN berencana melakukan pengelolaan dan pemberian fasilitas kepada kelompok seni tradisional dan mengintegrasikan aktivitas Kedungpoh sebagai desa eduwisata. Dan exit program di tahun 2026, PLN berkeyakinan Kedungpoh sudah berdaya melalui eduwisata berbasis budidaya lebah madu”, jelas Adi, Manager PLN UP3 Yogyakarta.

Eduwisata Kampung Madu akan menggabungkan pengalaman belajar, rekreasi, dan eksplorasi budaya. Pengunjung tidak hanya diajak untuk menikmati suasana pedesaan yang asri, tetapi juga memahami proses budidaya lebah madu, pengelolaan sampah, hingga pembuatan produk organik seperti pupuk vermikompos.

RENCANA PAKET WISATA  KAMPUNG MADU KEDUNGPOH LOR 

PAKET STUDI BANDING

Pengunjung dapat belajar dari alam dan masyarakat untuk memperoleh pengetahuan baru tentang budidaya lebah madu, pengelolaan desa wisata, dan produktivitas lokal.

  •  10 orang.Rp. 200.000/orang

Fasilitas : Narasumber, cemilan 1x, makan prasmanan 1x, budidaya lebah madu Apis cerana , Pasar Kampung Madu, Greenhouse, Pengelolaan sampah organik dan Anorganik, Hutan Rakyat Pandanwangi

Pendopo    (speaker, LCD, tikar)

  • 11 — 20 orang Rp. 120.000/orang

Fasilitas : Narasumber, cemilan 1x, makan prasmanan 1x, budidaya lebah madu Apis cerana, Pasar Kampung Madu, Greenhouse, Pengelolaan sampah organik dan Unorganik, Hutan Rakyat Pandanwangi

Pendopo    (speaker, LCD, tikar)

  • 21 – 30 orang Rp. 100.000/orang

Fasilitas : Narasumber, cemilan 1x, makan prasmanan 1x, budidaya lebah madu Apis cerana, Pasar Kampung Madu, Greenhouse, Pengelolaan sampah organik dan Unorganik, Hutan Rakyat Pandanwangi

Pendopo    (speaker, LCD, tikar)

  • >30 orang Rp. 50.000/orang
Remaining Time

Fasilitas : Narasumber, cemilan 1x, makan prasmanan 1x, budidaya lebah madu apis cerana, Pasar Kampung Madu, Greenhouse, Pengelolaan sampah organik dan Unorganik, Hutan Rakyat Pandanwangi

Pendopo    (speaker, LCD, tikar)

PAKET EDUKASI

Pembuatan pupuk vermikomposting : Belajar proses pembuatan pupuk dari kotoran sapi menjadi pupuk organik/kompos siap pakai

  • Minimal 5 orang           = Rp. 40.000/orang
  • 6 — 10 orang                   = Rp. 35.000/orang
  • 11 — 20 orang                 = Rp. 30.000/orang
  • 21 — 30 orang                 = Rp. 25.000/orang
  • >30 orang                        = Rp. 10.000/orang 

Fasilitas :Narasumber, Pendopo

Budidaya Cacing. Foto: Mahasiswa KKN-PPM UGM Unit 2024-YO174 Nglipar, Kab. Gunung Kidul

Stup Lebah : Belajar proses pembuatan Stup Lebah

  • Minimal 5 orang           = Rp. 50.000/orang
  • 6 — 10 orang                   = Rp. 40.000/orang
  • 11 — 20 orang                 = Rp. 30.000/orang
  • 21 — 30 orang                 = Rp. 25.000/orang
  • >30 orang                        = Rp. 15.000/orang

Fasilitas :Narasumber, Pendopo

Stup Lebah. Foto: Mahasiswa KKN-PPM UGM Unit 2024-YO174 Nglipar, Kab. Gunung Kidul

Lebah Madu : Budidaya Lebah Madu Apis Cerana

  • Minimal 5 orang           = Rp. 50.000/orang
  • 6 — 10 orang                   = Rp. 40.000/orang
  • 11 — 20 orang                 = Rp. 30.000/orang
  • 21 — 30 orang                 = Rp. 25.000/orang
  •  >30 orang                       = Rp. 15.000/orang

Fasilitas :Narasumber,Pendopo

Bank Sampah : Belajar pengelolaan sampah

  • Minimal 5 orang           = Rp. 50.000/orang
  • 6 — 10 orang                   = Rp. 40.000/orang
  • 11 — 20 orang                 = Rp. 30.000/orang
  • 21 — 30 orang                 = Rp. 25.000/orang
  •  >30 orang                       = Rp. 15.000/orang

         Fasilitas :Narasumber, Pendopo  

Camping Ground : Kemah di Hutan Rakyat Pandanwangi

  • Minimal 5 orang           = Rp. 50.000/orang
  • 6 — 10 orang                   = Rp. 40.000/orang
  • 11 — 20 orang                 = Rp. 30.000/orang
  • 21 — 30 orang                 = Rp. 25.000/orang
  •  >30 orang                       = Rp. 15.000/orang

Fasilitas :Narasumber, Pendopo

PAKET OUTBOND

  • Minimal 30 orang         = RP. 185.000/orang
  • 31 — 50 orang                 = Rp. 165.000/orang
  • 51 — 100 orang              = Rp. 150.000/orang
  • >100 orang                     = Rp. 140.000/orang

Fasilitas : Icebreaking, 3 game, guide, fasilitator, cemilan lokal 1x, makan prasmanan 1x

Kegiatan Outbound MAPALA. Foto: Mahasiswa KKN-PPM UGM Unit 2024-YO174 Nglipar, Kab. Gunung Kidul

Pembangunan eduwisata ini diharapkan mampu mendukung pertumbuhan ekonomi lokal, memperkuat identitas budaya, dan meningkatkan kesadaran lingkungan. Dengan program wisata yang terstruktur, Kampung Madu Kedungpoh Lor siap menjadi destinasi unggulan yang menginspirasi. Kampung Madu Kedungpoh Lor bukan sekadar tempat untuk berkunjung, tetapi juga ruang belajar, berbagi, dan mendapatkan inspirasi dari harmoni yang terjalin antara manusia, alam, dan tradisi.

Penulis: Dwi Rini Wahyuningsih, Mahasiswa Fakultas Geografi UGM, KKN-PPM Unit 2024-YO174 Nglipar, Kab. Gunung Kidul, DI Yogyakarta

Artikel ini telah tayang di Kompasiana.com

 

Menggali Potensi Pertanian Desa Kepuh: Kunci Peningkatan Ekonomi Lokal

KKNSDGs 1 : Menghapus KemiskinanSDGs 2 : Tanpa KelaparanSDGs 8 : Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi Friday, 29 August 2025

Pertanian menjadi sektor unggulan Desa Kepuh. Foto: Mahasiswa KKN-PPM UGM Unit 2024-JB036 Lemahsugih, Kab. Majalengka

Desa Kepuh merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Lemahsugih, Kabupaten Majalengka. Desa ini menjadi desa dengan potensi pertanian yang menjanjikan. Tidak hanya iklim yang mendukung, Desa Kepuh memiliki lahan pertanian yang subur dengan hasil panen yang melimpah setiap tahunnya. Pertanian ini tentunya menjadi komoditas unggulan yang berperan sebagai kunci dalam peningkatan ekonomi lokal.

Keunggulan Geografis dan Komoditas

Secara geografis, Desa Kepuh berada di area perbukitan di sisi barat Kabupaten Majalengka dan berbatasan langsung dengan Kabupaten Sumedang. Meskipun dengan lereng yang cukup curam, desa ini terletak di ketinggian yang ideal untuk berbagai jenis komoditas pertanian seperti padi, jagung, dan tembakau. 

  1. Padi

    Sebagai komoditas utama, padi menjadi tulang punggung ekonomi Desa Kepuh. Sistem tanam yang terorganisir menjadi kunci hasil panen yang signifikan setiap tahunnya. Padi ditanam untuk dua hingga tiga kali musim panen yang mayoritas dimulai pada awal musim penghujan (November atau Desember)

  2. Jagung
    Jagung menjadi salah satu komoditas utama di samping padi. Jagung biasa ditanam pada periode kedua atau ketiga musim panen sebagai pengganti padi. Keunggulan jagung sendiri adalah tidak diperlukannya penyemaian seperti pada komoditas padi. 

  3. Tembakau
    Selain padi dan jagung, pada musim kemarau (periode panen ketiga), sebagian petani memilih untuk menanam tembakau. Hal ini dikarenakan tembakau tidak memerlukan air yang melimpah sehingga cocok ditanam saat hujan tidak terlalu intens.

Tantangan dan Peluang

Pertanian di Desa Kepuh menghadapi banyak tantangan. Foto: Mahasiswa KKN-PPM UGM Unit 2024-JB036 Lemahsugih, Kab. Majalengka

Di samping potensi pertanian yang melimpah, sektor ini tentunya tidak luput dari tantangan dan permasalahan. Salah satunya berasal dari sumber air yang merupakan aspek krusial dalam pertanian. Di area yang tinggi, sumber air terbatas pada air permukaan. Selain itu, akses terhadap sumur bor dan mata air cukup terbatas di beberapa situs.

Beralih ke hasil pertanian, surplus pertanian yang terjadi di Desa Kepuh belum diiringi dengan ketersediaan fasilitas penyimpanan. Hal ini berakibat pada petani harus menjual seluruh hasil panen di musim panen meskipun dengan harga rendah. Keuntungan yang kecil berdampak pada kurangnya modal untuk musim tanam selanjutnya. Lebih jauh lagi, hal ini berdampak pada berkurangnya minat anak muda untuk bekerja di sektor pertanian karena dianggap kurang menguntungkan.

Menuju Pertanian Berkelanjutan

Potensi pertanian di Desa Kepuh yang besar menjadikan desa ini sebagai aset berharga dalam sektor pertanian nasional. Untuk meningkatkan potensi ini, diperlukan penerapan prinsip-prinsip pertanian berkelanjutan seperti rotasi tanaman pertanian dan penerapan teknologi ramah lingkungan untuk mengurangi dampak-dampak permasalahan di sektor pertanian.

Kolaborasi antara masyarakat dengan pihak pemerintah juga turut menjadi kunci. Program-program seperti pembentukan koperasi tani serta pemberian edukasi dan pelatihan kepada petani dapat membantu optimalisasi hasil tani. Dengan arah pengembangan yang tepat, sektor pertanian tentunya dapat memberi kontribusi bagi ketahanan pangan dan penggerak utama dalam peningkatan ekonomi lokal.

Penulis: Anggit Risky Setyowati, Mahasiswa Fakultas Geografi UGM, KKN-PPM Unit 2024-JB036 Lemahsugih, Kab. Majalengka, Jawa Barat

Artikel ini telah dimuat di kompasiana.com

KKN-PPM UGM Berdampak untuk Pembangunan PPU

KKNSDGs 1 : Menghapus KemiskinanSDGs 2 : Tanpa KelaparanSDGs 8 : Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi Thursday, 28 August 2025

Universitas Gadjah Mada (UGM) menggelar Monitoring dan Evaluasi (Monev) Kuliah Kerja Nyata – Pembelajaran Pemberdayaan Masyarakat (KKN-PPM) di Desa Telemow, Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), Jumat (10/1/2025). Kegiatan ini menjadi salah satu momen penting dalam mendukung pengembangan daerah dan membangun sinergi antara pemerintah daerah, dunia akademik, dan masyarakat.

Dalam sambutannya, Penjabat (Pj) Bupati Muhammad Zainal Arifin menyampaikan apresiasi kepada UGM atas kepercayaan dan kerja samanya dengan kabupaten PPU. “Kehadiran UGM di daerah kami melalui program KKN-PPM menjadi bukti nyata komitmen dunia pendidikan dalam mendukung pembangunan daerah,” ujarnya.

Monev KKN-PPM bertujuan untuk mengevaluasi sejauh mana program-program yang dilaksanakan mahasiswa telah memberikan dampak positif di masyarakat. Selain itu, kegiatan ini juga menjadi ajang untuk mendengar umpan balik dari masyarakat dan pemangku kepentingan, sehingga dapat menjadi dasar untuk peningkatan kualitas program KKN-PPM ke depannya.

Perwakilan Direktur Direktorat Pengabdian Kepada Masyarakat (DPKM) UGM Prof. Koentjoro juga sangat berterima kasih kepada Pemerintah Daerah PPU yang telah memercayakan program-program yang dibawakan oleh mahasiswa UGM untuk diimplementasikan kepada masyarakat. “Saya berharap kerja sama ini tidak hanya sekali, tetapi bisa berkelanjutan agar program yang dibawakan mahasiswa untuk masyarakat saat ini dapat disempurnakan oleh mahasiswa selanjutnya,” katanya.

Prof Koentjoro menambahkan, kegiatan ini bukan hanya untuk mendengarkan program yang disampaikan oleh mahasiswa, tetapi dapat memberi solusi terhadap masalah yang sudah berkembang di masyarakat. “Apa pun kegiatannya, apapun masalahnya, saya berharap mahasiswa harus terus terlibat. Karena ini adalah salah satu bentuk kontribusi untuk mahasiswa UGM dalam pengabdiannya ke masyarakat,” ucapnya.

Harapannya hasil dari kegiatan ini dapat memberikan kontribusi nyata bagi masyarakat, mahasiswa, dan pemerintah daerah, serta menjadi langkah maju dalam mendukung visi pembangunan Kabupaten PPU.

Pembekalan Mahasiswa KKN-PPM UGM Periode 3 Tahun 2025: Bekal Ilmu, Etika, dan Semangat Pengabdian

Berita Utama DPkMKKNSDGs 1 : Menghapus KemiskinanSDGs 17 : Kemitraan untuk mencapai tujuanSDGs 4 : Pendidikan berkualitas (quality education) Monday, 25 August 2025

Direktorat Pengabdian kepada Masyarakat (DPkM) Universitas Gadjah Mada menyelenggarakan pembekalan mahasiswa Kuliah Kerja Nyata – Pembelajaran Pemberdayaan Masyarakat (KKN-PPM) Periode 3 Tahun 2025 (23-24/8). Kegiatan berlangsung di Fakultas Peternakan UGM Ruang 9 dan 10 diikuti ratusan mahasiswa calon peserta KKN-PPM yang akan diterjunkan ke berbagai daerah.

Selama dua hari, mahasiswa mendapat materi komprehensif dari dosen dan pakar UGM. Hari pertama diisi dengan Operasional KKN oleh Dr. Djoko Santosa, S.Si., M.Si., dilanjutkan dengan Sejarah dan Prinsip KKN oleh Prof. Dr. drh. Irkham Widiyono,  Etika dan Tata Tertib KKN oleh Dr. Dra. Ambar Teguh Sulistiyani, M.Si, Keselamatan dan Kesehatan Kerja oleh Prof. Ir. Leni Sophia Heliani, S.T, M.Sc, D.Sc. Hari kedua mahasiswa dibekali dengan materi tentang Administrasi dan Pelaporan KKN oleh Dr. Djoko Santosa, Komunikasi Masyarakat oleh Dr. Ir. Siti Andarwati, S.Pt., M.P., Teknologi Tepat Guna oleh Dr. Ir. Arif Kusumawanto, MT., IPU, serta Penerapan Manajemen Pengetahuan oleh Zuliyati Rohmah, S.Si., M.Si., Ph.D.Eng.

Menurut Prof. Irkham Widiyono, mahasiswa perlu memahami filosofi dasar KKN sebagai wujud pengabdian kampus kepada masyarakat. “KKN bukan sekadar kegiatan akademik, tetapi juga keberpihakan UGM untuk hadir bersama rakyat,” terangnya. Senada dengan hal itu, Ambar Teguh menekankan pentingnya sikap disiplin dan profesional. “Etika dan tata tertib menjadi fondasi agar mahasiswa mampu menjaga nama baik UGM di lokasi KKN,” imbuhnya.

Pembekalan tidak hanya sarat dengan teori, tetapi juga meninggalkan kesan mendalam bagi mahasiswa. Revaldy Hazza Daniswara, mahasiswa FMIPA, merasa kegiatan ini memberinya banyak bekal berharga. “Materinya menarik dan sangat bermanfaat untuk persiapan di lapangan. Hari pertama berkesan dengan penyampaian materi dari Bu Ambar Teguh tentang etika, sedangkan hari kedua ada studi kasus dari Bu Zuliyati Rohmah yang sangat relevan ketika nanti di desa. Penting sekali menerapkan ilmu lintas disiplin untuk Masyarakat seperti yang disampaikan oleh Bapak Arif Kusumawanto. Penyelenggaraan pembekalannya offline ini bagus, jadi lebih fokus dan menyenangkan,” ujarnya.

Sementara itu, Denays Violina Oktivani dari FKKMK menyoroti gaya interaktif narasumber. “Bu Zuliyati Rohmah sangat interaktif dan bisa mengajak mahasiswa terlibat langsung dalam memecahkan masalah. Rasanya jadi lebih mudah memahami materi,” pungkasnya.

Melalui pembekalan ini, DPkM UGM berkomitmen memastikan mahasiswa siap secara akademik, maupun teknis untuk terjun ke lapangan. Kegiatan ini juga mendukung pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), terutama dalam bidang pendidikan, kesehatan, dan pembangunan masyarakat berkelanjutan. Dengan pengetahuan, etika, serta semangat pengabdian yang telah dipupuk, mahasiswa diharapkan mampu berkontribusi nyata dan menjadi agen perubahan di tengah masyarakat.

Pembekalan ini sejalan dengan penekanan SDGs pada penyediaan layanan dasar dan pendidikan, mendorong kemitraan masyarakat, serta mempromosikan praktik berkelanjutan. Membekali mahasiswa dengan keterampilan dan kerangka etika yang diperlukan, UGM bertujuan untuk menyiapkan mahasiswa dalam menghadapi tantangan yang dihadapi oleh masyarakat secara efektif.

Saat mahasiswa bersiap untuk penugasan pelaksanaan KKN-PPM ini, tidak hanya pengetahuan akademis tetapi juga rasa tanggung jawab yang mendalam terhadap masyarakat. Pembekalan ini menanamkan pentingnya kolaborasi yang sangat penting untuk keterlibatan bersama masyarakat.

Sebagai kesimpulan, pembekalan KKN-PPM UGM berfungsi sebagai batu loncatan penting bagi mahasiswa memberikan kebermanfaatan program. Ini memperkuat komitmen universitas terhadap tanggung jawab sosial dan pencapaian pembangunan berkelanjutan, memastikan bahwa mahasiswa sebagai calon pemimpin masa depan dipersiapkan dengan baik untuk memberikan kontribusi positif untuk masyarakat dan negara.

 

(Penulis&Editor: Dn Halimah, Foto:Humas DPkM/Dn Halimah)

DPkM UGM Turut Melepas Tim Ekspedisi Patriot 2025, Kawal Transformasi Kawasan Transmigrasi

Berita Utama DPkMBerita Utama DPkMKKNSDGs 1 : Menghapus KemiskinanSDGs 10 : Mengurangi KesenjanganSDGs 17 : Kemitraan untuk mencapai tujuanSDGs 3 Kehidupan sehat dan sejahteraSDGs 4 : Pendidikan berkualitas (quality education)SDGs 8 : Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi Monday, 25 August 2025

Universitas Gadjah Mada melalui Direktorat Pengabdian kepada Masyarakat (DPkM) UGM resmi melepas Tim Ekspedisi Patriot (TEP) UGM 2025 di Halaman Kantor Dir PkM (23/8). Pelepasan ini menjadi langkah strategis UGM dalam mendukung program nasional Trans Patriot yang diinisiasi oleh Kementerian Transmigrasi RI, sekaligus mengawal pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) di kawasan transmigrasi.

Direktur DPkM UGM, Dr. dr. Rustamaji, M.Kes., menekankan bahwa Ekspedisi Patriot bukan sekadar pengabdian, tetapi juga bagian dari agenda global.  “Patriot Gadjah Mada tidak hanya berangkat membawa ilmu, tetapi juga membawa semangat kebangsaan. Kehadiran mereka harus memberi manfaat nyata bagi pemberdayaan masyarakat transmigran, memperkuat persatuan bangsa, sekaligus mendukung agenda SDGs dalam menciptakan masyarakat yang lebih sejahtera dan berkelanjutan,” ungkapnya.

UGM menerjunkan 58 tim yang terdiri dari dosen, peneliti, mahasiswa, dan praktisi dari 10 fakultas dan 4 pusat studi. Tim akan bertugas di 14 kawasan transmigrasi di berbagai daerah Indonesia, berfokus pada; rekomendasi strategis evaluasi kawasan transmigrasi, pengembangan komoditas unggulan berbasis potensi lokal, model kelembagaan ekonomi kawasan, pencegahan dan penanganan konflik sosial, serta kajian sistem akuakultur pesisir.

 

 

Kegiatan Ekpedisi Patriot ini selaras dengan beerapa tujuan pembangunan berkelanjutan, diantaranya SDG 1 (Tanpa Kemiskinan), SDG 8 (Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi), SDG 10 (Berkurangnya Kesenjangan), dan SDG 11 (Kota dan Permukiman Berkelanjutan). Melalui ekspedisi ini, UGM berkomitmen dan antusias mendukung transformasi sosial-ekonomi masyarakat transmigrasi agar lebih inklusif dan berdaya.

Semangat itu juga tercermin dari para peserta. Muhammad Fajar, dari Fakultas Pertanian UGM yang  ditempatkan di Lasalimu Selatan, Sulawesi Tenggara, “Motivasi mengikuti Ekspedisi Patriot ini adalah untuk mengeksplor Sulawesi dan mendapatkan pengalaman baru bersama masyarakat transmigrasi. Harapannya, kawasan transmigrasi bisa semakin baik, lebih sejahtera, menjadi fokus perhatian pemerintah, dan terus dibangun infrastruktur yang mendukung,” ujarnya.

Sementara itu, Muhammad Genta Mahardhika, S.E., M.B.A., dosen Departemen Ekonomika dan Bisnis, Sekolah Vokasi UGM, menambahkan, “Saya ikut mendampingi Ekspedisi Patriot khususnya untuk kawasan Toraja Utara. Setelah pelepasan,  kami berangkat ke Jakarta untuk mengikuti pembekalan tingkat nasional bersama para patriot dari seluruh Indonesia oleh menteri. Harapannya perjalanan nanti bisa berjalan lancar, aman, dan yang terpenting memberikan dampak besar bagi masyarakat di lokasi ekspedisi. Secara khusus saya menargetkan luaran di bidang produk unggulan, semoga bisa menemukan potensi baru sekaligus memperkuat yang sudah ada”, pungkasnya.

Usai pelepasan, para peserta mengikuti Pembekalan Nasional di Jakarta (24–25 Agustus 2025) sebelum diberangkatkan ke lokasi. Ekspedisi ini dijadwalkan berlangsung hingga 8 Desember 2025, dengan target luaran berupa rekomendasi kebijakan, model pemberdayaan masyarakat, dan pengembangan ekonomi berbasis potensi lokal.

 

 

Melalui program Tim Ekpedisi Patriot ini, DPkM UGM menegaskan komitmennya sebagai pelaksana utama dalam mengawal agenda Transformasi Transmigrasi, berkontribusi nyata bagi masyarakat dan pembangunan berkelanjutan.

Reportase/Liputan: Dn halimah, Penulis/Editor: Dn Halimah, Sumber Foto: Dn Halimah_Tim Humas DPkM UGM

Limbah Kulit Kakao Naik Kelas Jadi Camilan Premium Berkat Sentuhan Mahasiswa KKN-PPM UGM 2025

KKNSDGs 1 : Menghapus KemiskinanSDGs 8 : Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi Wednesday, 20 August 2025

Limbah Kulit Kakao Naik Kelas Jadi Camilan Premium Berkat Sentuhan Mahasiswa KKN-PPM UGM 2025

Desa Palongaan, Kecamatan Tobadak, Kabupaten Mamuju Tengah, kini menjadi sorotan berkat lahirnya sebuah inovasi kreatif yang mengubah cara pandang masyarakat terhadap limbah pertanian. Dari tangan-tangan kreatif mahasiswa Kuliah Kerja Nyata–Pembelajaran Pemberdayaan Masyarakat (KKN-PPM) Universitas Gadjah Mada tahun 2025, lahirlah PROCIKKA atau Program Camilan Inovatif Kerupuk Kulit Kakao.

Inovasi ini diprakarsai oleh Erwinda Dwi Chofifah, mahasiswi Fakultas Biologi UGM, bersama timnya yang beranggotakan mahasiswa dari lintas disiplin. Mereka berhasil menyulap limbah kulit kakao yang biasanya hanya menumpuk menjadi camilan gurih dengan nilai gizi dan nilai jual yang tinggi.

Kegiatan yang berpusat di Dusun Polongaan, Desa Palongaan, Kecamatan Tobadak, ini disambut dengan antusias oleh anggota Kelompok Wanita Tani (KWT) setempat. Kehadiran program tersebut seakan membawa angin segar bagi masyarakat, khususnya para petani dan pelaku usaha kecil yang selama ini mengandalkan hasil pertanian kakao sebagai salah satu sumber penghasilan.

Sebelum program ini dijalankan, tim KKN-PPM UGM telah melakukan koordinasi intensif dengan Badan Penyuluh Pertanian (BPP) Kecamatan Tobadak untuk memetakan potensi kakao sebagai komoditas unggulan desa. Hasil pemetaan menunjukkan bahwa Desa Palongaan memiliki produksi kakao yang melimpah.

Pohon kakao tumbuh subur di berbagai lahan milik warga dan kualitas bijinya cukup bersaing di pasaran. Bahkan, dalam beberapa tahun terakhir permintaan pasar terhadap kakao meningkat seiring kenaikan harga jualnya. Fenomena ini menjadikan kakao kembali dilirik sebagai komoditas unggulan daerah.

Sayangnya, pemanfaatan kakao selama ini hanya fokus pada bijinya saja, sedangkan kulit buahnya yang jumlahnya melimpah tidak dimanfaatkan.

“Padahal, kulit kakao memiliki kandungan antioksidan yang sangat tinggi, seperti polifenol, flavonoid, dan tannin. Senyawa ini bermanfaat bagi kesehatan, mulai dari melawan radikal bebas hingga membantu mencegah penyakit di rongga mulut. Sangat disayangkan kalau bahan sekaya ini hanya berakhir sebagai limbah,” ujar Erwinda.

Dalam pelatihan PROCIKKA, ibu-ibu KWT tidak hanya mendapatkan pengetahuan mengenai manfaat kulit kakao, tetapi juga diajak langsung mempraktikkan proses pembuatannya. Kulit kakao yang telah dibersihkan dihaluskan menjadi pasta, dicampur dengan bahan adonan, lalu dipipihkan dan dibentuk sesuai selera. Setelah dijemur di bawah sinar matahari hingga kering, adonan digoreng hingga mengembang menjadi kerupuk renyah dengan aroma khas kakao.

Bagi warga, kegiatan ini menjadi pengalaman baru yang memadukan keterampilan, kreativitas, dan peluang bisnis. “Inovasi seperti ini adalah langkah awal yang baik untuk menggerakkan ekonomi kreatif desa. Kita tidak hanya bicara soal tambahan penghasilan, tetapi juga solusi nyata mengurangi limbah pertanian,” ungkap Bu Narsi, Ketua KWT Dusun Polongaan.

Tidak berhenti pada proses produksi, tim KKN juga memberikan pelatihan tentang strategi pengemasan dan pemasaran produk. Mereka menekankan pentingnya kemasan menarik dan higienis agar kerupuk kulit kakao bisa dipasarkan sebagai oleh-oleh khas Palongaan. “Kami ingin produk ini tidak hanya enak dan sehat, tapi juga memiliki daya saing di pasaran,” tambah Erwinda.

Erwinda menegaskan bahwa inovasi berbasis potensi lokal seperti PROCIKKA dapat menjadi kunci pembangunan desa berkelanjutan. “Semoga PROCIKKA menjadi contoh bahwa limbah bisa diolah menjadi peluang, bukan masalah. Kalau masyarakat bisa memanfaatkan bahan yang ada di sekitar, ekonomi desa akan lebih tangguh,” ujarnya.

Ke depan, PROCIKKA diharapkan menjadi inspirasi bagi desa lain di Mamuju Tengah untuk mengembangkan produk inovatif dari sumber daya lokal. Dengan kolaborasi antara mahasiswa, pemerintah desa, dan masyarakat, Desa Palongaan kini memiliki ikon baru, yakni kerupuk kulit kakao yang bukan hanya lezat, tetapi juga membawa manfaat ekonomi dan lingkungan.

Penguatan Kolaborasi Pengabdian: Ketua Tim Pembina Posyandu Provinsi Sulawesi Tenggara Apresiasi KKN-PPM Kolaborasi UGM-UHO serta Serahkan Bantuan di Desa Moolo, Kabupaten Muna

Berita Utama DPkMKKNSDGs 1 : Menghapus KemiskinanSDGs 17 : Kemitraan untuk mencapai tujuanSDGs 3 Kehidupan sehat dan sejahteraSDGs 4 : Pendidikan berkualitas (quality education)SDGs 8 : Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi Friday, 15 August 2025

Sinergi pengabdian lintas universitas untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat kembali diwujudkan melalui kolaborasi Kuliah Kerja Nyata – Pembelajaran Pemberdayaan Masyarakat (KKN-PPM) Kolaborasi Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Universitas Halu Oleo (UHO) Sulawesi Tenggara. Kegiatan kolaborasi ini mendapat apresiasi Ketua Tim Pembina Posyandu Provinsi Sulawesi Tenggara (Istri Gubernur Sulawesi Tenggara) pada momentum kunjungan kerja di Desa Moolo, Kabupaten Muna sekaligus penyerahan bantuan sosial bagi masyarakat terdampak bencana (5/8).

Ibu Arinta Andi Sumangerukka, yang juga menjabat sebagai Ketua Tim Pembina Posyandu Provinsi Sulawesi Tenggara, mengapresiasi peran mahasiswa KKN-PPM yang telah turun langsung mengabdi di desa. “Kegiatan Posyandu bukan hanya tentang pelayanan kesehatan, tetapi juga wujud gotong royong dan kepedulian terhadap generasi penerus. Saya bangga mahasiswa KKN-PPM hadir membawa pengetahuan dan inovasi yang bermanfaat bagi masyarakat,” terangnya saat mengunjungi pameran produk hasil binaan Mahasiswa KKN-PPM UGM dalam rangkaian kunjungan.

 

 

Bupati Muna H. Bachrun Labuta saat rangkaian kegiatan berlangsung menyampaikan apresiasi positif dan juga harapan agar kolaborasi UGM-UHO memberikan dampak jangka panjang bagi masyarakat. “Kami menyambut baik kehadiran mahasiswa KKN-PPM UGM dan UHO di Kabupaten Muna. Semoga program yang dijalankan memberi manfaat nyata dan meninggalkan jejak kebaikan bagi masyarakat,” ungkapnya.

Kepala Sub Direktorat KKN-PPM UGM Prof. Nanung Agus Fitriyanto.,Ph.D menegaskan pentingnya sinergi dua perguruan tinggi ini dalam merancang program yang relevan dengan kebutuhan warga. “KKN kolaborasi UGM-UHO ini menjadi wadah berbagi pengetahuan, teknologi, dan semangat pengabdian. Kami berharap program yang dilaksanakan tidak hanya bermanfaat selama mahasiswa berada di lokasi, tetapi juga memberi dampak berkelanjutan bagi masyarakat,” tegasnya.

Kegiatan ditutup dengan penyerahan bantuan dari Ketua Tim Pembina Posyandu Provinsi Sulawesi Tenggara beserta rombongan untuk Posyandu dan keluarga terdampak banjir di Desa Moolo. Demikian halnya dari Universitas Gadjah Mada Peduli melalui Disaster Responses Unit (DERU) juga memberikan bantuan untuk perbaikan sarana dan prasarana sekolah yang terdampak bencana banjir, sebagai bentuk kepedulian dan dukungan pemulihan pascabencana. Inisiatif ini sejalan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), terutama bidang pemberdayaan masyarakat dan keberlanjutan lingkungan sangat penting.

 

Turut hadir dalam kegiatan ini Wakil Ketua Tim Pembina Posyandu Provinsi Sulawesi Tenggara Ratna Lada Hugua, Ketua TP-PKK Kabupaten Muna Dr. Ir. Hajah Sitti Leomo Bachrun, M.Si, Wakil Ketua TP-PKK Kabupaten Muna Rini Suherlina Asrafil, ST., M.Si, Sekretaris Direktorat SDM UGM Endri Heriyanto, S.H., M.Kn, jajaran pimpinan LPPM UHO Dr. Nanik Hindaryatiningsih, S.E., M.M.Si, serta para Dosen Pembimbing Lapangan (DPL) KKN-PPM.

Kolaborasi antara UGM dan UHO tidak hanya meningkatkan pendidikan dasar dan layanan kesehatan, tetapi juga mendorong pertumbuhan ekonomi melalui inisiatif pemberdayaan masyarakat. Dengan memenuhi kebutuhan masyarakat, kemitraan ini menunjukkan pentingnya kolaborasi masyarakat dalam mencapai SDGs.

Saat dunia menghadapi berbagai tantangan, termasuk masalah lingkungan dan akses terhadap sarana dan prasarana kesehatan yang terjangkau, inisiatif seperti ini menyoroti peran pendidikan dan pengabdian masyarakat dalam menciptakan solusi yang berkelanjutan. Komitmen kedua universitas untuk bekerja sama di Muna adalah bukti potensi upaya kolaboratif dalam mendorong perubahan positif di negara Indonesia.

Sebagai kesimpulan, acara di Desa Moolo menandai langkah signifikan menuju penguatan ketahanan masyarakat dan mempromosikan pembangunan berkelanjutan. Dukungan dari pejabat pemerintah setempat dan keterlibatan aktif mahasiswa menunjukkan upaya kolektif untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan memastikan masa depan yang lebih cerah bagi warganya.

 

 Reportase/Liputan: Dn halimah, Penulis/Editor: Dn Halimah, Sumber Foto: Tim Humas DPkM UGM&Unit KKN-Muna

Kerapuhan Pertanian “Negara Agraris”: Suara Petani Besole di Tengah Krisis Ekonomi

KKNSDGs 1 : Menghapus KemiskinanSDGs 2 : Tanpa KelaparanSDGs 8 : Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi Thursday, 14 August 2025

Lanskap sawah Padukuhan Besole, Kec. Samigaluh, Kab. Kulon Progo. Foto: Mahasiswa KKN-PPM UGM YO-031

Dukuh Besole, sebuah padukuhan di Kecamatan Samigaluh, Kulon Progo, sekilas tampak seperti desa pertanian pada umumnya. Sawah menghampar, petani berangkat pagi, dan traktor kadang terdengar di kejauhan. Namun, di balik itu semua, terdapat cerita lain yang jauh dari gemilang. Cerita tentang petani yang tak lagi yakin pada lahannya, generasi muda yang tak tertarik menggarap tanah, hingga penyakit tanaman yang memupus harapan panen.

Cerita-cerita ini kami dengar langsung dalam sebuah diskusi kelompok terarah (FGD) yang kami lakukan selama kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Dukuh Besole, pada pertengahan Juli 2025. Kegiatan ini mempertemukan kami bertiga, mahasiswa dari berbagai jurusan dengan para petani lokal dari kelompok tani di Besole yang tersebar di 4 wilayah RT Padukuhan Besole. Diskusi berlangsung hangat, terbuka, dan jujur. Demikian, dari situ, kami menangkap satu pesan besar: sektor pertanian tengah menghadapi titik rawan.

Krisis Air, Mesin, dan Regenerasi

Pada dasarnya, sektor agraris merupakan ladang ekonomi yang hidup atas sumber daya alam yang terkandung pada suatu wilayah. Tanah subur yang terbentang, air hujan yang turun, hingga rantai makanan yang berputar adalah sumber dari dinamika pertanian yang hidup. Namun, di lain sisi, musuh terbesar dari pertanian adalah alam itu sendiri. “Musuh utama kami sekarang bukan hanya hama, tapi air,” ujar seorang anggota Kelompok Tani yang juga merupakan Ketua RT 36. Ia menjelaskan bahwa sebagai wilayah hulu, Besole kerap kekurangan air saat musim tanam dimulai. Benih sudah tersedia, tapi tanah masih kering. Sumur gali hanya cukup untuk kebutuhan minum dan mandi. Irigasi pertanian? Belum ada yang memadai.

Masalah lain juga muncul dari sektor teknologi. Meski mesin pertanian seperti traktor tersedia, jumlah operator yang mampu mengoperasikannya sangat terbatas. “Operator cuma empat orang, dan kebanyakan sudah tua. Anak-anak muda tidak ada yang mau karena takut medan,” ungkap Ketua RT 37.

Kondisi ini mencerminkan persoalan nasional. Studi Challenge of Agriculture Development in Indonesia (2023) mencatat bahwa 64,2% petani di Indonesia saat ini berusia 45 tahun ke atas, dengan 21,2% diantaranya sudah tergolong lanjut usia (60 tahun). Angka ini meningkat tajam dibandingkan tahun 1971, ketika proporsi petani lanjut usia hanya mencapai 7,6%.

Fenomena tersebut sejalan dengan menurunnya minat generasi muda di sektor pertanian. Penelitian menunjukkan bahwa anak muda empat kali lebih memilih bekerja di sektor manufaktur atau jasa daripada bertani, karena pertanian dianggap berpenghasilan rendah dan penuh ketidakpastian.

“Kalau situasi terus seperti ini, 10 tahun ke depan jumlah petani akan berkurang drastis. Anak-anak muda lebih memilih ke kota daripada meneruskan bertani,” kata Ketua RT 36. Hal senada disampaikan Ketua RT 37, “Anak muda kini lebih memilih ke kota. Yang tersisa di desa didominasi petani usia lanjut.”

Produksi: Banyak Tenaga, Hasil Minim

Jika dilihat dari kacamata ilmu antropologi, isu-isu yang terjadi di Besole dapat dikaitkan dengan terjadinya sebuah involusi dalam pertanian. Suatu kondisi di mana tenaga kerja terus ditambah ke dalam sistem pertanian, tapi tanpa peningkatan produktivitas yang berarti. Di Besole, tenaga dan biaya semakin besar, tetapi hasil justru stagnan, bahkan menurun. Contohnya, Ketua RT 35 menyebut bahwa ia hanya mampu panen sekali dalam setahun. Panen kedua sering gagal karena musim kemarau berkepanjangan. Hama seperti tikus, ulat sundep, dan penyakit kresek (xanthomonas) juga kian sering menyerang. “Kami sudah tiga kali gagal panen tahun ini,” tuturnya. Belum lagi, modal produksi yang tersisa masih harus dialokasikan untuk obat-obatan pertanian, yang mana merupakan bagian terbesar dalam pengalokasian biaya. Pestisida cenderung begitu mahal, dan penggunaannya yang tidak tepat kadang justru memperkuat kekebalan hama.

Tidak Ada Pembukuan, Tidak Ada Pasar

Ketika kami menanyakan apakah ada pencatatan biaya dan hasil panen, jawabannya hampir serupa, tidak ada. Semuanya dihitung “di kepala” saja. Alasannya terdengar sederhana namun menyiratkan ironi struktural dimana lahan yang kecil dan hasil panen yang hanya cukup untuk konsumsi rumah tangga membuat pencatatan dianggap tidak relevan. “Kalau dihitung-hitung malah stres, soalnya biaya pupuk sama benih aja nggak nutup,” ujar Ketua RT 34.

Saat Ditinjau dari perspektif akuntansi ada sebuah teori yang dapat menjelaskan fenomena yang terjadi kepada petani di Besole, yakni teori bounded rationality yang dikemukakan oleh Herbert A. Simon, keputusan untuk tidak mencatat ini justru rasional dalam batas sumber daya dan informasi yang tersedia. Ketika biaya mental, waktu, dan tenaga untuk membuat pembukuan dianggap tidak sebanding dengan manfaatnya, maka “menghitung di kepala” menjadi strategi logis dalam kondisi terbatas.

Sebagian besar petani di Besole memang tidak menjual hasil panen mereka. Beras disimpan untuk makan sendiri selama setahun. Kalau sangat terpaksa, barulah dijual. Tidak ada sistem agrobisnis. Bahkan, Ketua RT 36 menyebut, “Hasil pertanian itu cadangan saja. Ekonomi keluarga kami justru dari ternak hewan ayam, sapi, kambing. Itu yang kami jual untuk biaya sekolah dan kebutuhan lain”. Fenomena ini menujukkan bahwa sistem pencatatan atau akuntansi formal belum dianggap relevan dalam kehidupan sehari-hari para petani. Bukan karena tidak mampu, tetapi karena sistem ini belum menjawab kebutuhan dan konteks realitas mereka.

Logika Bertani: Antara Subsistensi dan Solidaritas Sosial

Petani di Besole tidak memprioritaskan keuntungan dalam bertani, melainkan berorientasi pada keberlangsungan hidup keluarga. Tidak ada pencatatan biaya produksi, dan hasil panen sebagian besar disimpan untuk konsumsi rumah tangga. Penjualan hanya dilakukan saat mendesak, misalnya untuk biaya sekolah anak. Petani tradisional bekerja berdasarkan etika subsistensi, bukan untuk memperkaya diri, tetapi untuk bertahan hidup. Dalam kerangka ini, keberhasilan panen diukur bukan dari untung-rugi, tetapi dari kecukupan pangan dan kesinambungan sosial. Ini merupakan salah satu ciri dalam perekonomian masyarakat tradisional, pertukaran hasil pertanian lebih ditentukan oleh nilai sosial dan norma budaya, bukan oleh cara kerja pasar bebas.

Perubahan Perlahan di Dunia yang Cepat

Meski demikian, perubahan tetap terjadi meski perlahan. Teknik tanam modern seperti jajar legowo (jarwo) sudah mulai diterapkan setelah penyuluhan dari lembaga Penyuluhan Pertanian Lapangan (PPL) setempat. Cara tanam ini mengatur jarak antar tanaman agar sinar matahari terserap optimal dan pertumbuhan tanaman lebih baik.

Sayangnya, transformasi ini belum cukup. Dengan minimnya regenerasi, tidak adanya pencatatan hasil, serta beban biaya yang terus membesar, pertanian di Besole berada di persimpangan jalan. Bila tidak ada intervensi nyata, baik dari pemerintah, akademisi, maupun sektor swasta, masa depan pertanian desa seperti Besole akan semakin rapuh.

 

Acara FGD dengan Kelompok Tani Padukuhan Besole. Foto: Mahasiswa KKN-PPM UGM YO-031

Suara Harapan dari Sawah

Di akhir diskusi, para petani menyampaikan pesan yang sangat jelas: mereka tidak butuh teori besar, mereka butuh alat yang nyata. “Kalau bisa, dibantu alat perontok padi (thresher) saja. Itu cukup membantu pasca panen,” ucap salah satu anggota kelompok tani yang hadir.

Menutup tulisan ini, kami percaya bahwa suara petani tidak boleh hanya berhenti di ruang diskusi. Ia perlu diteruskan ke ruang kebijakan. Jika negara ingin menyelamatkan pertanian nasional, maka mendengarkan desa seperti Besole adalah langkah awal yang tak boleh ditunda.

Penulis: Michael Dira Van Terry, Mahasiswa Prodi Antropologi Budaya Fakultas Ilmu Budaya UGM, KKN-PPM Unit 2025-YO031 di Samigaluh, Kab. Kulon Progo, DI Yogyakarta

Artikel ini telah dimuat di kompasiana.com

Optimalisasi Sumber Daya Lokal, Tim KKN UGM Berdayakan Masyarakat Pesisir Rupat Utara

KKNSDGs 1 : Menghapus KemiskinanSDGs 8 : Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi Thursday, 14 August 2025

Foto: Mahasiswa KKN-PPM UGM Unit 2025-RI003 Rupat Utara, Kab. Bengkalis, Riau

Tim KKN-PPM UGM Binar Bengkalis melaksanakan pengabdian di Bumi Lancang Kuning, Kecamatan Rupat Utara, Kabupaten Bengkalis, Riau. Wilayah yang kaya akan potensi alam dan budaya ini menjadi ruang aktualisasi bagi mahasiswa untuk turut berperan dalam mendorong pembangunan berkelanjutan berbasis kearifan lokal.

Rupat Utara merupakan salah satu kawasan wisata yang memiliki potensi besar untuk menjadi pariwisata unggulan di provinsi Riau. Pesona pesisir pantai dengan pemandangan laut dan pasir putih yang memanjakan mata. Tak hanya menyajikan panorama alam yang menenangkan, Rupat Utara juga memiliki kekayaan budaya dan tradisi masyarakat pesisir yang autentik, menjadikannya destinasi yang potensial untuk dikembangkan sebagai wisata berbasis alam dan budaya. Potensi ini membuka peluang besar bagi pembangunan sektor pariwisata yang berkelanjutan dan berdampak langsung pada peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal.

Kormanit KKN PPM UGM, Restu Satrio Widhianto, mengatakan  salah satu program kerja yang mereka laksanakan yakni pengembangan pariwisata di Rupat Utara adalah melalui digitalisasi produk-produk lokal. Selain itu bikin website desa  https://rupatutara.id menjadi langkah awal dalam mempublikasikan dan memasarkan potensi daerah secara lebih luas. “Website ini merupakan hasil kolaborasi antara mahasiswa KKN-PPM UGM dan masyarakat setempat sebagai bentuk kontribusi nyata dalam memajukan desa,” kata Restu dalam keterangan yang dikirim, Selasa (12/8).

Foto: Mahasiswa KKN-PPM UGM Unit 2025-RI003 Rupat Utara, Kab. Bengkalis, Riau

Di website tersebut juga menampilkan profil UMKM yang berada di Rupat Utara. Untuk mendukung keberlanjutan usaha lokal, para pelaku UMKM diberikan pelatihan digital secara berkelanjutan agar mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman. Materi pelatihan mencakup pembuatan QRIS, e-katalog, serta pengelolaan akun media sosial sebagai sarana promosi produk.

Sementara dalam mengembangkan UMKM juga dilakukan dengan inovasi olahan ikan khas Rupat Utara yang dikreasikan menjadi abon dan pempek. Inovasi ini memanfaatkan ikan parang dan ikan caru dari perairan setempat. Abon ikan ini memiliki cita rasa gurih yang khas serta daya simpan yang lebih lama, sehingga cocok dijadikan oleh-oleh maupun stok pangan rumah tangga. Sementara itu, pempek berbahan dasar ikan parang menawarkan tekstur kenyal dan rasa yang tidak kalah lezat dibandingkan pempek berbahan ikan tenggiri. “Kedua olahan ini bukan hanya menjadi wujud kreativitas masyarakat, tetapi juga langkah strategis dalam meningkatkan nilai tambah hasil perikanan Rupat Utara,” ujarnya.

Menurut Resty,  melalui pengembangan potensi lokal ini dapat memperluas peluang usaha, membuka lapangan pekerjaan, dan pada akhirnya meningkatkan kemampuan ekonomi warga desa secara berkelanjutan.

Tidak cukup sampai di situ, Tim KKN Binar Bengkalis juga Upaya dalam mendukung pengembangan pariwisata lokal dengan mengetahui sebaran potensi wisata di Rupat Utara dilakukan oleh Tim Binar Bengkalis melalui pembuatan peta sebaran potensi wisata. peta ini mencakup berbagai titik-titik lokasi wisata yang ada di Desa Tanjung Medang maupun Desa Teluk Rhu, baik lokasi yang sudah dijadikan wisata maupun lokasi yang berpotensi menjadi wisata dengan berbagai keindahan dan keunikannya masing-masing.

Selain berfokus pada bidang pariwisata, Tim Binar Bengkalis juga memiliki beberapa program yang mendukung keberlanjutan lingkungan, seperti pengolahan limbah juga dilakukan sebagai upaya mengurangi volume sampah. Pengolahan limbah ini dilakukan pada sampah organik dan anorganik. Beberapa pengolahan limbah organik adalah pembuatan eco enzyme dengan menggunakan sisa sayuran dan buah-buahan yang telah busuk, pembuatan lilin aromaterapi dari minyak jelantah, dan pembuatan pupuk organik dari kotoran hewan ternak. “Adanya kegiatan pengolahan limbah ini memberikan inspirasi terutama ibu-ibu setempat untuk mengolah limbah organik yang mereka miliki yang tentunya dapat memiliki nilai jual,” katanya.

Sedangkan dalam upaya mendukung pembangunan berkelanjutan, Tim KKN-PPM UGM mengenalkan kepada masyarakat terkait energi berkelanjutan dengan melakukan pemasangan Penerangan Jalan Umum (PJU) menggunakan panel surya di titik-titik strategis Desa Tanjung Medang. Program kerja ini merupakan bentuk solusi ramah lingkungan yang dapat menunjang kegiatan warga sekitar dalam beraktivitas di malam hari. “Panel surya dipilih karena mampu mengonversi energi surya menjadi listrik tanpa harus bergantung dengan PLN, sehingga lebih adaptif dan efisien dengan suhu dan kondisi geografis Pulau Rupat,” terangnya.

Foto: Mahasiswa KKN-PPM UGM Unit 2025-RI003 Rupat Utara, Kab. Bengkalis, Riau

Menjelang akhir kegiatan pengabdian, mahasiswa KKN UGM juga mengenalkan pembuatan briket arang dari daun kering yang diselenggarakan bersama masyarakat Desa Tanjung Medang menjadi salah satu upaya nyata dalam mengenalkan pemanfaatan limbah organik sebagai sumber energi alternatif. Kegiatan ini diikuti oleh ibu-ibu yang selama ini menjadi garda terdepan dalam pengelolaan rumah tangga, termasuk dalam hal pengelolaan sampah. “Kegiatan ini tidak hanya memberikan pengetahuan baru, tetapi juga mengajak para peserta untuk langsung mempraktekkan pembuatan briket secara sederhana,” ungkapnya.

Menurut Restu, sebelum adanya pengenalan briket ini, sebagian besar ibu-ibu menganggap daun kering sebagai limbah yang harus segera dibakar atau dibuang. Mereka belum mengenal adanya alternatif pengelolaan limbah organik yang lebih ramah lingkungan dan bernilai guna. Namun, setelah mengikuti workshop, terjadi perubahan cara pandang. “Mereka mulai melihat potensi ekonomis dan ekologis dari daun kering, serta menyadari pentingnya mengurangi praktik pembakaran terbuka yang dapat mencemari udara,” pungkasnya.

Penulis : Jelita Agustine

Editor : Gusti Grehenson

Pembagian Bibit Toga oleh Tim KKN PPM UGM 2025 untuk Warga Padukuhan Wonosari

KKNSDGs 1 : Menghapus KemiskinanSDGs 12 : Konsumsi dan Produksi yang Bertanggung JawabSDGs 13: Penanganan Perubahan IklimSDGs 3 Kehidupan sehat dan sejahtera Wednesday, 13 August 2025

Pada tanggal 27 Juli 2025, Tim KKN PPM UGM 2025 Sub-Unit 1 telah melaksanakan kegiatan pembagian bibit tanaman obat keluarga (toga) kepada masyarakat Padukuhan Wonosari, Kelurahan Wedomartani, Kecamatan Ngemplak, Sleman, DI Yogyakarta.

Kegiatan ini merupakan bentuk kontribusi nyata mahasiswa dalam mendukung ketahanan kesehatan keluarga serta pengurangan pengeluaran rumah tangga, sekaligus selaras dengan tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs) poin 12 tentang konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab, serta poin 13 mengenai penanganan perubahan iklim.

Selain itu, program pembagian bibit toga ini juga mendukung rencana Padukuhan Wonosari dalam membangun taman lingkungan sebagai ruang hijau sekaligus area bermain bagi masyarakat. Dengan adanya tanaman toga yang ditanam di sekitar lingkungan, diharapkan mampu memberikan manfaat ganda sebagai penyejuk, penghijauan, serta sumber bahan alami untuk kebutuhan kesehatan keluarga.

Melalui pembagian bibit toga ini, Tim KKN PPM UGM 2025 Sub-Unit 1 berharap masyarakat dapat merawat toga secara berkelanjutan, tidak hanya sebagai penghias pekarangan, tetapi juga sumber positif untuk kesehatan keluarga. Kegiatan ini diharapkan mendorong warga menanam toga di berbagai sudut lingkungan, sehingga manfaatnya dapat dirasakan bersama dan menjadi identitas hijau Padukuhan Wonosari.

Warga Padukuhan Wonosari antusias menyambut kegiatan ini, menganggap pembagian bibit toga bermanfaat di tengah meningkatnya kesadaran akan hidup sehat alami. Beberapa warga juga tertarik berpartisipasi dalam program penghijauan lebih luas demi kelestarian lingkungan dan kesehatan bersama. Antusiasme ini menjadi modal positif untuk keberlanjutan program serupa.

Pembagian bibit toga oleh Tim KKN PPM UGM 2025 membuktikan bahwa langkah sederhana dapat memberi dampak besar bagi masyarakat. Selain memperindah lingkungan, program ini menumbuhkan kesadaran hidup sehat dan pelestarian alam, serta menjadi awal keberlanjutan program positif di Padukuhan Wonosari.

Penulis: Aminah Rafa Laksita Azmi, Mahasiswa Prodi Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UGM, Tim KKN-PPM 2025-YO019 di Ngemplak, Kab. Sleman,  DI Yogyakarta

Artikel ini telah dimuat di kompasiana.com

123…12
Universitas Gadjah Mada

Direktorat Pengabdian kepada Masyarakat
Universitas Gadjah Mada

Jl. Pancasila Bulaksumur UGM, Blok G7,
Yogyakarta, Indonesia 55281
+62-274-552432
  +62-274-6492082, +62-274-6492083

whatsapp : 08112576939 (KKN)

 dit.pengabdian@ugm.ac.id
 Sekretariat DPKM : sekdit.dpkm@ugm.ac.id
Telepon Internal UGM : 82488(Sekretariat), 82486(KKN), 82490(Pemberdayaan Masyarakat).

 

© Direktorat Pengabdian kepada Masyarakat - Universitas Gadjah Mada

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY