Hari Kamis dan Jumat (17-18 Oktober) ini, kegiatan kolaborasi antara RCE Yogyakarta Universitas Gadjah Mada, RCE Tongyeong Korea Selatan, dan Gyeongnam International Development Cooperation Center (GNIDCC) bertajuk “Indonesia Marine Debris Social Issue Resident Participation Awareness Improvement Capacity Building Project” kembali dilaksanakan di Desa Budel, Kapanewon Panjatan, Kabupaten Kulon Progo. Kegiatan edukasi untuk masyarakat mengenai sampah laut ini melibatkan siswa dari SD Negeri Ngebung Beran, ibu-ibu PKK, serta para nelayan setempat. Tujuan utama dari edukasi ini adalah untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang dampak serius sampah laut bagi lingkungan, khususnya sampah plastik.
Pada hari pertama, narasumber dari RCE Yogyakarta, Zuliyati Rohmah, S.Si., Ph.D. Eng., yang juga merupakan dosen Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada, menyampaikan materi tentang masalah sampah laut kepada para kepala dukuh di Desa Bugel. Nantinya, para kepala dukuh inilah yang bertanggung untuk terus mengajak dan mengingatkan masyarakakat dalam mengelola sampah mereka.
Dalam penjelasannya, Zuliyati menyoroti betapa seriusnya masalah sampah laut, terutama sampah plastik, yang menjadi salah satu jenis sampah paling umum. “Sampah di pantai yang kita temui saat ini tidak hanya berasal dari generasi kita saja, tetapi juga merupakan warisan dari nenek moyang kita. Hal ini dikarenakan setiap jenis sampah memiliki periode dekomposisi yang berbeda; misalnya, plastik bisa memakan waktu hingga 400 tahun untuk terurai,” jelasnya.
Indonesia, yang sebelumnya menduduki peringkat kedua sebagai penghasil sampah plastik terbesar di dunia, menghadapi tantangan besar dalam menjaga kelestarian lingkungan akibat sampah yang tidak terkelola dengan baik. Bahkan, sampah dari darat yang mengalir ke laut dan terpapar sinar matahari dapat terurai menjadi mikroplastik yang kemudian dimakan oleh ikan. “Sudah banyak ikan yang mengonsumsi mikroplastik, dan ini berpotensi berbahaya bagi kesehatan manusia, terutama bagi wanita hamil dan anak-anak,” tambahnya.
Selain itu, jaring ikan yang hanyut dapat membunuh penyu dan merusak kapal nelayan, mengancam keselamatan mereka saat melaut. Dalam kesempatan ini, para dukuh dari Desa Bugel juga mengingatkan para guru untuk terus mengajak siswa menjaga kebersihan dan mengelola sampah yang mereka hasilkan. “Penting untuk menanamkan kebiasaan positif ini sejak usia dini agar saat dewasa, mereka memahami betapa krusialnya pengelolaan sampah,” ujarnya.
Dr. Kim Minji dari GNIDCC sepakat dengan yang disampaikan oleh Pak Dukuh. Ia menekankan bahwa perlu waktu yang tidak sebentar untuk menyelesaikan permasalahan sampah yang ada di laut. “Sampah yang kita hasilkan saat ini dapat berada di laut hingga puluhan tahun ke depan jika tidak kelola dengan baik. Menjaga laut tidak cukup hanya dengan membersihkan pantai sesekali. Kita perlu mulai dari rumah, di mana kita menghasilkan sampah pertama kali, dengan menerapkan prinsip 3R – Reduce, Reuse, Recycle,” ungkapnya.
Sebagai masyarakat, kita harus merasa memiliki tanggung jawab terhadap sampah yang kita hasilkan. Setiap individu memiliki peran penting dalam mengurangi dampak negatif limbah terhadap lingkungan. Tindakan sederhana seperti mengurangi penggunaan plastik sekali pakai, memilah sampah, dan mendukung program daur ulang dapat memberikan dampak yang signifikan.
Hal ini sejalan dengan tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), khususnya Goal 14 yang berfokus pada kehidupan di bawah air dan Goal 15 yang mengedepankan ekosistem daratan. Dengan meningkatkan kesadaran dan bertindak secara kolektif, kita dapat menjaga kelestarian lingkungan. Selain itu, pendidikan dan sosialisasi kepada masyarakat tentang pentingnya pengelolaan sampah dapat membantu menciptakan budaya peduli lingkungan. Upaya ini tidak hanya akan memperbaiki kondisi lingkungan saat ini, tetapi juga mewariskan planet yang lebih baik kepada generasi mendatang.
author: bil