
Halmahera Utara dikenal sebagai wilayah dengan kekayaan ekosistem yang luar biasa: gugusan hutan hujan tropis, pesisir yang memukau, serta dataran subur yang menopang kehidupan masyarakat. Namun di balik keelokan lanskapnya, terdapat ancaman lingkungan yang tak kasat mata namun nyata: degradasi lahan akibat erosi dan perubahan penggunaan lahan yang semakin masif.
Dalam rangkaian kegiatan pengabdian masyarakat, Tim KKN-PPM UGM 2025 melakukan pemetaan bahaya degradasi lahan di seluruh wilayah Halmahera Utara. Dengan pendekatan berbasis spasial dan kajian data lingkungan seperti curah hujan, kemiringan lereng, jenis tanah, serta tutupan lahan, diperoleh gambaran yang cukup mencemaskan. Luas wilayah yang terdampak degradasi tersebar dalam lima kelas tingkat bahaya, mulai dari sangat rendah hingga sangat tinggi.
Hasil pemetaan menunjukkan bahwa kelas bahaya sangat rendah mencakup luas wilayah paling besar, yakni sekitar 90.670 hektare. Sementara itu, kelas rendah mencakup 81.285 hektare. Namun yang menjadi perhatian khusus adalah temuan pada kelas sedang dan tinggi, masing-masing meliputi sekitar 79.844 hektare dan 22.003 hektare. Terlebih lagi, wilayah yang tergolong dalam kelas sangat tinggi, yakni yang paling rentan terhadap degradasi, mencapai lebih dari 51.000 hektare.
Sebaran degradasi ini tidak merata. Bagian selatan dan barat daya Halmahera Utara didominasi oleh kelas bahaya tinggi dan sangat tinggi. Wilayah ini umumnya memiliki kontur curam dan telah mengalami perubahan penutup lahan yang cukup signifikan akibat aktivitas manusia, seperti pembukaan lahan untuk pertanian dan permukiman. Di sisi lain, wilayah bagian tengah dan timur, yang masih didominasi tutupan hutan, menunjukkan tingkat degradasi yang lebih rendah meskipun tetap berisiko apabila tekanan pembangunan tidak dikelola dengan baik.
Dampak dari degradasi lahan ini bukan sekadar persoalan ekologis. Ketika tanah kehilangan stabilitasnya, masyarakat yang menggantungkan hidup dari sektor pertanian akan terdampak langsung. Penurunan kesuburan tanah, peningkatan erosi, serta sedimentasi di sungai-sungai berdampak pada hasil pertanian dan kualitas lingkungan hidup. Bahkan dalam skala lebih luas, degradasi lahan bisa memicu bencana ekologis seperti banjir dan longsor, yang dalam beberapa tahun terakhir semakin sering terjadi di wilayah-wilayah pesisir dan perbukitan.
Temuan ini menjadi peringatan bahwa pengelolaan ruang dan sumber daya alam di Halmahera Utara perlu diarahkan pada prinsip keberlanjutan. Restorasi kawasan kritis melalui penanaman kembali vegetasi lokal, penerapan sistem agroforestri, serta perlindungan daerah hulu sungai menjadi langkah strategis yang mendesak dilakukan. Selain itu, keterlibatan masyarakat lokal melalui edukasi dan program konservasi partisipatif menjadi kunci agar upaya ini tidak hanya bersifat teknis, tetapi juga sosial-kultural.
Peta bahaya degradasi lahan ini diharapkan dapat menjadi dasar bagi pemerintah daerah, lembaga konservasi, dan warga desa untuk menyusun kebijakan yang lebih tepat sasaran. Tanah yang sehat bukan hanya menjamin keberlanjutan ekosistem, tetapi juga keberlangsungan kehidupan dan budaya masyarakat Halmahera Utara.
Penulis : Muhammad Thoriq Akbar Yusuf, Mahasiswa Fakultas Kehutanan UGM yang sedang melaksanakan KKN-PPM di Halmahera Utara