Demi mendukung pencapaian SDGs (Sustainable Development Goals) melalui implementasi ESD (Education for Sustainable Development), Direktorat Pengabdian kepada Masyarakat UGM melaksanakan sarasehan Regional Center of Expertise (RCE) pada 18-19 September 2019 di Gedung Pusat UGM. Kegiatan tersebut dihadiri oleh beberapa pihak yang dinilai dapat mengambil peran penting dalam menyukseskan tujuan pembangunan berkelanjutan, yakni beberapa Dekan UGM, beberapa kepala sekolah di daerah Yogyakarta, Pemerintah DIY, dan beberapa komunitas yang berkaitan.
Kegiatan yang mengusung tema Strategi Implementasi Education for Sustainable Development & Pemanfaatan Teknologi Informasi Komunikasi dalam Rangka Mendukung Pencapaian Sustainable Development Goals ini menghadirkan enam narasumber yang masing-masing menyampaikan tentang materi mengenai SDGs melalui implementasi ESD pada hari pertama, diantaranya Tantangan dan Peluang Perguruan Tinggi dalam Mempromosikan SDGs oleh Prof. Suratman, Pencapaian SDGs Daerah Istimewa Yogyakarta oleh Bu Endang (Kepala Bidang Sosbud Bappeda DIY), Pemanfaatan TIK dalam Pendidikan Untuk Pembangunan Berkelanjutan di DIY oleh Didik Wardoyo (Kepala Bidang Perencanaan dan Pengembangan Mutu, Disdikpora DIY), Rintisan UGM Mewujudkan Pendidikan dan Pembangunan Berkelanjutan oleh Dr. Chandra W. Purnomo, Konsep ESD Untuk Pendidikan dan Pengembangan Masyarakat oleh Prof. Cahyono Agus, dan Partnership as a Key Element to Promote the Implementation of SDGs: Strategis and SDGs Implementation at UGM oleh Dr. Puji Astuti, S.Si., M.Sc., Apt.
Prof. Irfan Dwidya Prijambada, Direktur Pengabdian kepada Masyarakat UGM memberikan sambutan sekaligus membuka acara. “Masih banyak target atau sasaran yang perlu untuk diselesaikan, diantaranya solusi untuk ketersediaan air bersih, sanitasi, dan juga sumber daya yang berkelanjutan. Selain itu, teknologi informasi dan komunikasi memiliki peran penting untuk mendidik masyarakat dalam upaya pencapaian SDGs”. Menurut Prof. Irfan, sinergi, kerja sama, dan sosialisasi mengenai SDGs melalui konten yang menarik di media sosial sangat penting demi menghadirkan semangat SDGs di kalangan anak-anak. Topik itulah yang akan menjadi agenda pembahasan dalam sarasehan kali ini.
Koordinator RCE Yogyakarta, Nanung Agus Fitrianto, M.Sc., Ph.D., melanjutkan dengan memberikan pengantar sarasehan berupa pemaparan sejarah RCE, tujuan, penyampaian visi dan misi RCE yang bergerak sebagai komunitas, pemaparan mengenai kolaborasi dan partnership RCE Yogyakarta, serta progres RCE Yogyakarta. “RCE bukan hanya milik UGM, RCE bukan hanya milik SMA atau SD saja, akan tetapi kami berusaha untuk menghadirkan suatu jejaring untuk mengumpulkan semua itu demi kebaikan kita bersama. Nah yang berpikir seperti itu bukan hanya kita saja, di negara lain juga memikirkan hal yang sama sehingga UN (United Nation) yang menjadi penanggung jawab di level dunia membuat jejaring ini. Manfaatnya, banyak peluang dan kesempatan untuk lebih mudah mencapai SDGs di wilayah masing-masing”. Menurut Pak Nanung, forum ini memberikan kesempatan untuk sharing dan memberi masukan mengenai evaluasi kegiatan yang telah dilakukan maupun rencana yang akan dilaksanakan. “Fungsi kami untuk bisa menyentuh masyarakat semaksimal mungkin dan seluas mungkin akan tetap menjadi komitmen UGM, baik melalui kegiatan formal maupun kegiatan informal yang sampai saat ini terus kami laksanakan. KKN merupakan salah satu wujud service kami kepada masyarakat” tambahnya.
Kegiatan hari pertama tersebut ditutup dengan sebuah perencanaan inovasi dari Prof. Suratman. “DIY adalah Indonesia, DIY adalah dunia. Kami ada pewarisan yang bagus, yakni pendidikan berbasis budaya. Saya usul teradap forum ini, kami baru mengonsep revolusi budaya yang akan disandingkan dengan revolusi industri untuk menyiapkan revolusi 6.0. Hal ini nanti akan lahir dari DIY. Mari kita siapkan revolusi budaya untuk Indonesia dan dunia. Hal ini jga mendukung program Bu Endang di Bappeda DIY”.
Kegiatan dilanjutkan pada hari kedua dengan agenda berkunjung ke Desa Wisata Code dan Desa Wisata Pentingsari untuk menyaksikan langsung kegiatan-kegiatan yang mendukung SDGs dan berbagi pengalaman dengan pengelola di kedua tempat wisata tersebut. Pengelola wisata Code mengajak rombongan sarasehan untuk melihat kampung kumuh yang sekarang berubah menjadi kampung seni dengan segala potensi yang ada. Salah satunya ialah pengolahan air bersih untuk kebutuhan sehari-hari oleh masyarakat setempat sehingga masyarakat tidak perlu lagi mengandalkan air dari PDAM. Selain itu, penataan lingkungan yang disulap se-kreatif mungkin membuat Kali Code menjadi salah satu destinasi wisata di Yogyakarta. Dalam aspek pendidikan, Kali Code memiliki program kelas bimbingan pendidikan yang terbuka untuk umum yaitu Sekolah Sungai, baik untuk tenaga pengajar maupun peserta didik. Salah satu materi pengajarannya adalah pendidikan lingkungan.
Setelah usai mengunjungi Kali Code, rombongan sarasehan kemudian melanjutkan kunjungan ke desa wisata Pentingsari, Cangkringan untuk melihat langsung proses pengolahan Kopi Robusta secara tradisional dan pelestarian kesenian budaya, gamelan. Kegiatan kemudian ditutup dengan sesi sharing bersama pengelola desa wisata Pentingsari tentang bagaimana Desa Pentingsari dapat berkembang sebagai desa wisata yang mandiri meskipun tidak memiliki destinasi wisata yang unik seperti yang biasa dimiliki oleh desa wisata pada umumnya.