Perguruan tinggi dapat membantu dalam perencanaan kota dan transportasi umum untuk mengurangi polusi udara, menelihara gaya hidup sehat danmencegah kematian akibat kecelakan lalu lintas. Perguruan tinggi juga dapat berkontribusi kepada pengurangan angka kematian akibat polusi air dan tanah melalui manajemen sumber daya alam yang efektif dan perindungan terhadap lingkungan. |
3.KESEHATAN YANG BAIK-rce
Jumlah penderita DBD pada periode Januari-Desember 2015 mencapai 943 orang, sedangkan pada pertengahan tahun 2016 kejadian DBD sudah mencapai 623 orang. Melihat wabah ini, Universitas Gadjah Mada melakukan pengembangan penelitian untuk Wolbachia, nyamuk yang resisten terhadap perkembangan virus dari Nyamuk Aides Aegypti.
Indonesia sebagai negara berkembang, pernah mengalami kesulitan dalam membeli vaksin. Universitas Gadjah Mada melalui ketua regional untuk penelitian gastroentrologi anak-anak dan rotavirus di Indonesia dari FKKMK, Prof. Dr. Yati Soenarto, SpAK, Ph.D, melakukan pengembangan rotavirus, bersama penemu rotavirus pertama di dunia.
Hadir di tengah-tengah polemik ini, dengan mengandalkan sumber daya alam Indonesia yang potensial, Universitas Gadjah Mada melalui klaster Kesehatan-Kedokteran bekerja sama dengan lintas program dan sektoral, mengembangkan studi tentang kanker.
Adalah Prof. Sardjito, MD. MPH, yang selama masa baktinya pada Universitas Gadjah Mada, mendedikasikan sebuah temuan luar biasa, yakni obat bagi penyakit rakyat.
Indonesia, melalui Universitas Gadjah Mada pernah melahirkan sebuah temuan farmakognosi berharga bagi kemanusiaan. Adalah Prof. Sardjito, MD. MPH, yang selama masa baktinya pada Universitas Gadjah Mada, mendedikasikan sebuah temuan luar biasa, yakni obat bagi penyakit rakyat. Terinspirasi oleh penyakit kencing batu kronis yang diderita sang istri pada tahun 1948, mempertemukan Prof. Sardjito dengan Sonchus Arvensis, yang merupakan daun-daunan penyusun Kapsul Calcusol. Penyelidikan secara ilmiah terkait Sonchus Arvensis di tahun 1957 berbuah manis. Perjalanan panjang Prof. Sardjito hingga mengantarkannya pada seminar internasional di Paris, mengantarkan pula hasil temuannya pada pengemasan obat yang beliau beri nama Calcusol kedalam bentuk kapsul. Berbagai dukungan hingga pada level internasional turut membersamai kehadiran Calcusol di masyarakat. Hingga akhir hayat Prof. Sardjito di tahun 1970, pesan beliau kepada sang istri dalam melanjutkan produksi Calcusol adalah tetap mempertahankan makna dasar penciptaan Calcusol bagi sebesar-besarnya kepentingan rakyat untuk hidup sehat dengan biaya yang terjangkau.