Kepedulian UGM terhadap pencegahan konflik dan perwujudan perdamaian jangka panjang dapat dilihat melalui berbagai upaya pemulihan pascakonflik serta analisis perdamaian dan pembangunan yang telah dilakukan UGM selama ini.
Negara Indonesia memiliki daya magnet yang luar biasa bagi negara lain. Ketertarikan negara asing ini salah satunya terhadap bentuk pancasila sebagai dasar negara yang sudah dikenalkan oleh Presiden Sukarno pada sidang umum PBB pada tahun 1960. Ketika itu pancasila digaungkan di sidang umum PBB karena bisa menjadi piagam perdamaian dunia. Benar adanya, dasar negara inilah yang memberikan kekuatan Indonesia sebagai negara yang memiliki pengaruh besar terhadap negara lain.
UGM lewat semangat yang dibangun melalui pancasila turut memberikan sumbangsih terhadap konflik dan sengketa yang terjadi pada negara-negara regional Asean. Kepedulian UGM terhadap pencegahan konflik dan perwujudan jangka panjang dapat dilihat melalui berbagai upaya pemulihan pascakonflik serta analisis perdamaian dan pembangunan yang telah dilakukan UGM yang mencakup dalam fokus wilayah pengembangan berikut, Etnisitas: Multikultaralisme Etnik dan Agama, Pembangunan dan Perdamaian, Demokratisasi dan Partai Politik, Reformasi Sektor Keamanan, HAM dan Resolusi Konflik, Manajemen Krisis, dan Konflik Industrial.
Agenda UGM untuk Asean
UGM sebagai salah satu universitas yang teguh dalam mendukung segala kegiatan Asean, selalu memberikan dampak posistif sebagai alur persahabatan antarnegara di Asean. Salah satunya dengan mengadakan seminar bersama bahasa, sastra, dan budaya Malaysia-Indonesia sebagai peringatan 20 tahun normalisasi hubungan kedua negara pada tanggal 17-18 November 1986. (LTR, 1986:6)
Persoalan biodiversitas yang muncul seiring dengan meningkatnya populasi manusia, degradasi lahan, serta deforestasi yang tidak diimbangi dengan keberpihakan kebijakan ekonomi dan pembangunan juga menjadi fokus UGM sebagai tujuan Sustainable Development Goals (SDGs) dalam agenda penting UNESCO.
Fakultas Biologi dan Klinik Lingkungan dan Mitigasi Bencana (KLMB) Fakultas Geografi menggandeng Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan, Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) RI, Sinarmas serta beberapa perwakilan negara Asean membangun kolaborasi dalam bidang pendidikan, penelitian, dan konservasi lingkungan yang diwujudkan dalam pembentukan jejaring Asean Biodiversity Network.
Keterkaitannya UGM pada aksi perdamaian dalam mengatasi konflik juga dibarengi dengan kontribusinya dalam mengembangkan energi terbarukan di kawasan Asean. Lewat Dr. Ahmad Agus Setiawan pakar sistem dan perencanaan energi terbarukan UGM melakukan proyek dan kegiatan dalam memajukan pembuatan kebijakan berbasis sains di ASEAN.
Bahkan berkat kegiatan yang dicapaianya, Dr. Ahmad Agus Setiawan terpilih sebagai penerima ASEAN Science and Technology (S&T) Fellowship bersama dengan 16 ilmuwan lainnya di wilayah ASEAN. Beberapa diantaranya dari Kamboja, Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina, Thailand, Vietnam dan Brunei Darussalam pada tahun 2018/2019.
Dosen Fakultas Teknik UGM, Dr. Ahmad Agus Setiawan, terpilih sebagai salah satu penerima ASEAN Science and Technology (S&T) Fellowship tahun 2018-2019
Pembentukan Lembaga
Area Laut Cina Selatan menjadi panggung persaingan kekuatan antara Cina, Filipina, Vietnam, Malaysia, dan Brunei. Posisi strategis Laut Cina selatan menjadi faktor yang mendorong perhatian publik terhadap kasus ini. Berdasarkan perundingan Konvensi PBB tentang Hukum Laut Internasional (UNCLOS), dikatakan jika Indonesia mempunyai peran strategis dalam menjalin komunikasi dengan para pihak untuk senantiasa mengelola potensi politik di Laut Cina Selatan (LCS).
Melalui Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia yang bekerja sama dengan Pusat Studi Sosial Asia Tenggara (PSSAT) UGM diselenggarakanlah workshop yang hasilnya menjadi masukan bagi pemerintah. Berdasarkan kajian sementara tentang efektivitas WMPC-SCS selama 25 tahun terakhir, dapat disimpulkan beberapa poin untuk meningkatkan peran Indonesia dalam menyelesaikan sengketa LCS, yakni (1) penyelesaian LCS dilakukan dua level, yakni level first track diplomacy dan level second strack diplomacy; (2) Redefinisi peran Indonesia dalam LCS; (3) Indonesia berkepentingan terhadap tercapainya solusi sengketa LCS, karena jika berlarut maka dapat mengganggu kestabilan kawasan; (4) Pada level first track diplomacy baik di level bilateral maupun regional, Indonesia dapat berkontribusi dengan menginisiasi two-level governance. Kegiatan ini merupakan wujud komitmen PSSAT UGM dalam mengembangkan kajian mengenai Asia Tenggara dan hubungannya dengan negara lain di luar kawasan.
UGM juga mendirikan Center for ASEAN Studies bersama Direktorat Jenderal Kerjasama ASEAN. Kesepakatan tersebut tertuang dalam naskah kerjasama yang ditandatangani Rektor Prof. Dr. Pratikno, M.Soc.Sc dan I Gusti Agung Wesaka Puja, MA, Direktur Jenderal Kerjasama ASEAN, Kementerian Luar Negeri, di ruang Seminar Timur, Fisipol UGM tahun 2012. Pendirian studi ini diharapkan mampu meningkatkan pemahaman masyarakat sekaligus menjadi modal menuju One Singgle ASEAN Community.
Dekan Fisipol UGM, Dr. Erwan Agus Purwanto menambahkan pendirian Pusat Kajian Asean secara akademik akan mendorong pendidik dan mahasiswa serta umum memahami permasalahan Asean, baik di bidang politik, ekonomi maupun sosial budaya. Pusat kajian yang berada di Fisipol UGM, ini diharapkan mampu menyiapkan kaum muda untuk berkiprah dalam ASEAN Community.
UGM dan Kemenlu Sepakat Bentuk Center for ASEAN Studies