Hampir 60 tahun sejak lahan kritis Kabupaten Gunung Kidul dikonservasi dan dikenal sebagai Wanagama. Kini Wanagama merupakan tempat praktik, bereksperimen, dan media pendidikan lingkungan yang dilengkapi beragam fasilitas.
abupaten Gunungkidul pada awal tahun 1960 sangat erat dengan kondisi lahan kritis berupa batu bertanah dengan bentuklahan karst yang didominasi oleh batuan kapur. Batuan jenis ini sangat sulit menyimpan air, sehingga penduduk kesulitan dalam mendapatkan air bersih sepanjang tahun. UGM telah lama menyadari perlunya perbaikan lahan kritis melalui konservasi hutan. Hal itu dibuktikan dengan pembangunan Hutan Wanagama di Kabupaten Gunung Kidul pada tahun 1964 seluas 10 ha dengan tanaman utama berupa tanaman kayu putih, pohon jati, dan murbey untuk makanan ulat sutra. Pada perkembangannya di tahun 1967 UGM menggunakan lahan dari Pemrov D.I. Yogyakarta seluas 79,9 ha sebagai perluasan hutan wanagama. Pada kurun waktu ini, hutan wanagama difungsikan sebagai hutan praktik bagi mahasiswa fakultas kehutanan UGM.
Di tahun 1981 Prof. Dr. Ir. H. Oemi Hanin Suseno, dkk memperluas area hutan wanagama menjadi 600 ha yang difungsikan sebagai penyedia informasi dan pembangunan hutan tanaman industri. Perluasan ini didorong oleh keberhasilan pengelolaan 5 petak terdahulu. Delapan tahun sejak perluasan, Prof. Dr. Ir. H. Oemi Hanin Suseno kemudian mendapat anugerah Kalpataru dari pemerintah karena perkembangan dan fungsi wanagama yang semakin beragam, antara lain lokasi konservasi tanah dan air, area konservasi sumber daya exsitu, bahkan uji genetik HTI, dampak besar juga dirasakan oleh penduduk sekitar berupa kemudahan akses terhadap air bersih melalui 5 mata air di area hutan wanagama.
Tahun 1989 Pangeran Charles dan Menteri Lingkungan Hidup Emil Salim melakukan kunjungan ke Hutan Wanagama dan melakukan penanaman pohon jati. (sumber: arsip.ugm.ac.id)
Kesuksesan hutan wanagama melalui management egeme (ME) atau management Regime (MR) yakni melakukan pengelolaan hutan intensif untuk memaksimalkan potensi hutan dengan memperhatikan dampak sosial, kemudian diperluas ke area lain, Fakultas Kehutanan UGM dengan tokohnya Dr. Hasanu Simon, dan Perum Perhutani melakukan konservasi hutan di Madiun tepatnya di Randualas pada tahun 1991, tanaman yang digunakan sebagai konservasi hutan serupa yakni tanaman jati. Di Randualas ini, penduduk yang biasanya melakukan penebangan terhadap hutan, diberdayakan untuk menjadi penjaga hutan, dengan istilah “petani pesanggem). Tidak sampai di situ, peran UGM sebagai “penyelamat hutan” diharga oleh beberapa pemerintah provinsi di Indonesia. Tahun 2000, UGM diminta oleh Pemerintah Kabupaten Hulu Sungai Tengah untuk mengkonservasi 30.000 ha hutan di Kabupaten tersebut, setahun kemudian UGM mendapat amanah dari presiden KH. Abdurrahman Wahid untuk menghijaukan kawasan NTT.
Hutan Wanagama yang juga berfungsi sebagai lokasi praktik mahasiswa Fakultas Kehutanan UGM. (sumber: ugm.ac.id)
Sampai saat ini, Wanagama masih digunakan sebagai tempat praktik, sehingga mahasiswa dan dosen Fakultas Kehutanan UGM dapat bereksperimen, juga menemukan cara terbaik mengkonservasi hutan Indonesia dan membangun lahan kritis. Di samping berfungsi sebagai media pendidikan bagi civitas akademika UGM, Wanagama telah dikembangkan sebagai sarana pendidikan lingkungan dan rekreasi bagi masyarakat umum. Di sana tersedia hutan yang luas, tanaman yang rimbun, sungai, air terjun, mata air, area outbond, camping ground, yang dilengkapi dengan fasilitas penginapan, ruang sidang, plot penelitian, sehingga merupakan tempat yang menarik untuk kegiatan seminar, rapat kerja, dan rekreasi. Di tahun 2019 ini, Wanagama digunakan sebagai lokasi pengambilan gambar film The East Indies bersama Salto Film. Film ini menjadi film ke-7 yang menggunakan Wanagama sebagai salah satu lokasi shooting.
pengambilan gambar film The East Indies di Hutan Wanagama tahun 2019. (sumber: ugm.ac.id)
Terdapat pula museum Wanagama yang menyajikan informasi tentang flora fauna hutan wanagama. Pengelola Hutan Wanagama, Ir. Sukirno Dwi Asmoro, M.P., mengemukakan Hutan Wanagama telah menjadi habitat bagi lebih dari 40 jenis fauna dan tidak kurang dari 1.000 flora. Upaya UGM yang dimulai dari Hutan Wanagama di Pulau Jawa hingga pulau-pulau lain di Indonesia merupakan langkah nyata UGM dalam melindungi, memulihkan, dan mempromosikan penggunaan ekosistem terestrial yang berkelanjutan. Kegiatan pengelolaan hutan secara berkelanjutan ini ialah bentuk dukungan UGM terhadap tujuan pembangunan berkelanjutan ke-15 yakni menghentikan degradasi lahan sekaligus mengkonservasi lahan untuk menghentikan hilangnya keanekaragaman hayati.