Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1998 mendorong Pengurus dan Anggota Dharma Wanita UGM turut menyuarakan tuntutan reformasi. Usai peringatan hari Kartini 21 April 1998, anggota dharma wanita bergabung dengan mahasiswa untuk melakukan orasi di halaman Auditorium Grha Sabha Pramana.
Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia pada awal tahun 1998 membuat ratusan mahasiswa UGM melakukan gerakan turun ke jalan untuk menuntut turunnya harga-harga barang, khususnya harga sembako. Gerakan turun ke jalan tersebut dimulai pada tanggal 25 Februari 1998. Aksi mahasiswa turun ke jalan tersebut berlanjut pada tanggal 2 Maret 1998. Rapat akbar di depan Balairung UGM juga dilaksanakan pada tanggal 5 Maret 1998 dengan mendapat dukungan dari berbagai pihak, para akademisi juga turut mendukung kegiatan tersebut. Akibat besarnya gerakan mahasiswa tersebut, Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan UGM, Ir. Bambang Kartika turut ikut serta mendampingi para mahasiswa di lapangan. Rapat akbar kembali digelar oleh mahasiswa dan akademisi pada tanggal 11 Maret 1998 yang bersamaan dengan pelantikan rektor UGM. Tepat tanggal 23 Maret 1998, Ketua Senat Mahasiswa UGM, Ridaya La Ode Ngkowe, secara resmi mengeluarkan enam butir pernyataan sikap mahasiswa UGM. Gerakan reformasi tersebut berlanjut dengan rapatrapat akbar yang dilaksanakan pada tanggal 2, 4, dan 14 April.
Sri Sultan Hamengkubuwono X mendengarkan aspirasi dari KAGAMA untuk melakukan reformasi total. (Dok. UGM)
Selepas memperingati hari Kartini pada tanggal 21 April 1998, Pengurus dan Anggota Dharma Wanita UGM turut berpartisipasi aktif dalam menyuarakan tuntutan reformasi. Tuntutan reformasi oleh Anggota Dharma Wanita UGM kala itu diketuai oleh Ibu Tuti Loekman Soetrisno, Ibu Ichlasul Amal, Ibu Koesnadi, Ibu Suryo Guritno, dan anggota Dharma Wanita lainnya yang bergabung dengan mahasiswa dalam melakukan orasi tepat di halaman Auditorium Graha Sabha Pramana. Peran ibu-ibu Dharma Wanita dalam menyuarakan reformasi merupakan bentuk kepedulian perempuan serta peran aktif perempuan dalam mengkritisi kondisi politik dan ekonomi Indonesia.
Keterlibatan perempuan UGM dalam memperjuangkan reformasi (Dok. UGM)
Setelah serangkaian acara unjuk rasa yang dilakukan oleh civitas akademika UGM, tepat pada tanggal 7 Mei 1998 Rektor UGM, Prof. Dr. Ichlasul Amal, M.A. membentuk tim reformasi dengan mengeluarkan Surat Keputusan Rektor UGM No.156a/JO1./KL/98 tentang Pembentukan Tim Perumus Konsep Reformasi di Bidang Politik, Hukum, Ekonomi, dan Sosial Budaya. Tim yang dibentuk tersebut terdiri dari 15 orang yakni: Prof. Dr. Koento Wibisono; Prof. Dr. Loekman Soetrisno; Prof. Dr. Teuku Jacob; Ir. Bambang Kartika; Dr. Mas’ud Machfoedz; Dr. Hadori Yunus; Dr. Ir. Sunjoto; Dr. Nasikun; Dr. Chairil Anwar; Dr. Moh. Mahfud MD; Dr. Anggito Abimanyu; Dr. AR Karseno; Ir. Goenoeng Radjiman, MSc; Prof. Dr. Moeljarto Tjokrowinoto; dan dr. Hari Koesnanto, Ph.D.
Rapat-rapat akbar dan gerakan turun jalan gencar dilakukan oleh para mahasiswa dengan dukungan para akademisi. Tepat tanggal 18 Mei 1998 para akademisi membentuk sebuah forum bernama Forum Komunikasi Akademisi UGM secara resmi menuntut suksesi kepemimpinan nasional. Drg. Ika Dewi Ana yang saat itu membacakan sikap atas pernyataan sikap dari forum akademisi UGM. Gelombang demonstrasi yang menuntut dilaksanakannya reformasi berdampak pada banyaknya korban yang berjatuhan baik secara moril, materil, hingga korban jiwa. Tanggal 18 Mei 1998, Keluarga Alumni Universitas Gadjah Mada (KAGAMA) membentuk Posko Pengaduan dan Penanganan Akibat Krisis (Crisis Service Centre) UGM. Pembentukan posko tersebut adalah upaya KAGAMA dalam penanganan aksi oleh aparat yang represif terhadap aksi demonstrasi yang banyak mengakibatkan jatuhnya korban.
Fakultas Geografi UGM, tanggal 19 Mei 1998, mengeluarkan pernyataan yang isinya mengusulkan supaya Yogyakarta kembali menjadi ibukota RI. Pernyataan sikap UGM tersebut ditandatangani oleh perwakilan mahasiswa (Dedy Heribowo), perwakilan dosen Drs. M. Baiquni, MA, dan diketahui oleh Dekan Fakultas Geografi, Prof. Dr. Sutikno. Hal itu juga bertepatan dengan sikap UGM dalam mengeluarkan Pernyataan yang berisikan empat tuntutan kepada pemerintah. Pernyataan sikap secara resmi tersebut dibuat sebagai pengungkapan pertanggungjawaban moral dan sejarah UGM kepada bangsa dan Negara Republik Indonesia. Penyuaraan reformasi yang dilakukan civitas UGM tidak hanya melibatkan laki-laki, namun perempuan juga turut aktif dalam perjuangan reformasi.
Aksi turun ke jalan untuk memperjuangkan reformasi (Dok. UGM)