Kedelai telah ditanam dan dipergunakan di Indonesia sejak berabad-abad silam. Dokumen tertua yang menunjukkan adanya tanaman kedelai adalah Serat Sri Tanjung (Priyono, 1937).
Kedelai merupakan komoditas pangan strategis sebagai bahan baku pangan, seperti tempe, tahu, kecap, minuman sari kedelai,
rempeyek, dan lain sebagainya. Sebagai komoditas pangan strategis, kedelai mendapatkan perhatian yang cukup besar dari pemerintah karena kebutuhan kedelai untuk industri tempe dan tahu masih impor dalam jumlah besar.
Berdasarkan warna, kulit biji kedelai dibagi menjadi empat, yakni kedelai hitam, kedelai kuning, kedelai cokelat, dan kedelai hijau. Dibanding kedelai lainnya, kedelai hitam memiliki keunggulan lebih dan pernah mengalami kejayaan sebelum pertengahan abad ke-20. Pada zaman pemerintahan Hindia Belanda, varietas kedelai hitam menjadi varietas yang dominan karena banyak dikembangkan pada saat itu. Perkembangan produksi kedelai mulai ditingkatkan dalam skala besar pada tahun 2011 setelah pemerintah melakukan impor hingga 70% dari kebutuhan kedelai setiap tahun yang mencapai 2,4 juta ton. Upaya untuk mengembangan swasembada pangan terus digencarkan mengingat pada tahun 1992 swasembada kedelai pernah tercapai.
Kedelai Mallika
Melihat fenomena ini, Dr. Ir. Setyastuti Purwanti, M.S. memulai melakukan penelitian melalui metode purifikasi terhadap calon benih unggul kedelai hitam lokal di Laboratorium Teknologi Benih Fakultas Pertanian UGM hingga terciptalah kedelai hitam dengan varietas unggul yang diberi nama Mallika. Nama Mallika diambil dari bahasa Sanskerta yang berarti ‘kerajaan’. Kedelai ini merupakan mutiara hitam yang berharga dalam memajukan kesejahteraan para petani kedelai di wilayah DIY, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Tim pembenihan Fakultas Pertanian UGM yang dipimpin oleh Dr. Ir. Setyastuti Purwanti melakukan transfer teknologi produksi dan berhasil memproduksi benih Mallika sejak tahun 2001 hingga sekarang.
Dr. Ir. Setyastuti Purwanti, M.S. menerimaPenghargaan 20 Karya Unggulan IPTEK Anak Bangsa dari Kementerian Riset dan Teknologi Agustus 2015 karena Kedelai Malika (Sumber: Faperta UGM)
Pada 7 Februari 2007 melalui penetapan SK Menteri Pertanian No. 78/Kpts/SR.120/2/2007, Mallika telah menjadi varietas unggulan nasional. Mallika memiliki sumber protein yang tinggi, memiliki daya simpan lebih lama, serta pertumbuhan tanaman yang stabil dan seragam. Keunggulan yang dimiliki Mallika ini akhirnya dilirik produsen kecap untuk bahan baku.
Kemitraan antara Industri-Petani-Pemerintah dan Akademisi
Kebutuhan bahan baku kedelai hitam untuk industri kecap dalam skala nasional ternyata menuntut peningkatan produksi dalam jumlah yang besar. Alhasil, Dr. Ir. Setyastuti menggandeng sekitar 9.000 petani untuk menanam Mallika agar jumlah kedelai hitam ini dapat memenuhi kebutuhan skala nasional.
Mitra segiempat antara industri (Unilever), petani, pemerintah, dan UGM untuk memproduksi Mallika dibentuk sebagai bentuk peningkatan kebutuhan produksi nasional. Model kemitraan ini merupakan model A-B-C-G, yaitu komuniti atau masyarakat tidak hanya melibatkan petani, koperasi, dan kelompok perempuan saja, tetapi juga Lembaga Sosial Masyarakat (LSM). PT. Unilever Indonesia Tbk. sebagai pihak industri sangat mendukung pengembangan Mallika dan memberikan dana penelitian kepada UGM selama 7 tahun dari tahun 2007.
Buku tentang Mallika dengan judul, “Mallika Jejak Sinergi pada Sebutir Kedelai Kerjasama UGM dengan Yayasan KEHATI” berhasil diterbitkan pada bulan Agustus 2008. Selain berhasil diterbitkannya buku tentang Mallika, pada tahun 2015 Kementerian Riset dan Teknologi juga memberikan penghargaan kepada UGM dan dimuat dalam buku 20 Karya Unggulan IPTEK Anak Bangsa yang diluncurkan dalam rangka Hari Kebangkitan Teknologi ke-20 pada bulan Agustus 2015.
Kedelai Mallika UGM (Sumber: Faperta UGM)
Prof. Ir. Irfan Prijambada, M.Eng., Ph.D. (Direktur DPkM) bersama warga sedang memanen kedelai Mallika (Dok. UGM)
Pemberdayaan Petani
Mallika pertama kali dikembangkan di daerah Ciwalen, Jawa Barat dan berhasil memperoleh benih 300 m2. Pada tahun 2003 dicoba penanaman di Bantul seluas 10 ha dan berhasil hingga meluas ke petani lainnya. Pemberdayaan terus diberikan kepada para petani untuk meningkatkan produksi Mallika hingga mamu mencukupi kebutuhan kedelai nasional. Pemberdayaan yang dilakukan mencakup budidaya, pascapanen, dan bisnis.
UGM melalui Fakultas Pertanian dan Fakultas Teknologi Pertanian tetap mendampingi petani untuk mengolah kedelai ke kepada Unilever sebagai salah satu cara memperkokoh ketahanan pangan, sehingga para petani menjadi pihak yang diuntungkan karena dapat memberikan harga tinggi kepada Unilever tanpa adanya tengkulak atau pihak ke tiga. Kesejahteraan petani pun meningkat dan Mallika mampu mendukung ketahanan pangan Dwidya nasional.