Pendirian Indonesian Peace and Security Centre (IPSC) merupakan langkah nyata Indonesia dalam membangun perdamaian dunia sebagaimana tercantum dalam pembukaan Undang Undang Dasar 1945. Berdasarkan laporan PBB, Indonesia menempati urutan ke15 dari 177 negara yang paling banyak mengirimkan pasukan penjaga perdamaian dunia.
Partisipasi Indonesia dalam pengiriman Tim Penjaga Perdamaian PBB menunjukkan komitmen terhadap penjagaan perdamaian dunia dan menambah bobot pelaksanaan kebijakan politik hubungan luar negeri yang bebas dan aktif.
Pada tahun 2012, lewat Komandan Pusat Misi Pemeliharaan Perdamaian TNI, Brigjen Imam Edy Mulyono, M.Sc., M.S.S., melaporkan sekitar 1.966 personel telah ditempatkan di enam negara, yakni Libanon, Sudan Selatan, Darfur, Liberia, dan Haiti. Jumlah tersebut terdiri atas 1.790 personil militer, 155 polisi, dan 21 pemantau militer. Mereka menyelesaikan 16 misi perdamaian di bawah kendali PBB.
Keikutsertaan Indonesia untuk berperan aktif menjaga misi perdamaian dunia merupakan bentuk realisasi amanat pembukaan UUD 1945. Guna meningkatkan kemampuan tim dalam menjalankan misi perdamaian, pemerintah telah membangun pusat pelatihan yang dinamakan Indonesian Peace and Security Center (IPSC) di kawasan Sentul.
Mahasiswa beserta para pimpinan universitas menyambut obor perdamaian dunia 21 November 1986 (Dok. UGM)
Pendirian Indonesian Peace and Security Center (IPSC)
IPC diresmikan Susilo Bambang Yudhoyono pada tahun 2011 dan menampung sekitar 1.500 orang. Ketua Jurusan Hubungan Internasional UGM Drs. Dafri Agussalim, M.A menilai pendirian IPSC dari segi garis kebijakan dan cita-cita negara merupakan batu loncatan baru yang dibuat oleh pemerintahan. Ia menambahan jika posisi Indonesia saat ini jauh lebih concern pada permasalahan kemanusiaan dan perdamaian yang mana tidak lagi mencitrakan Indonesia di masa lalu sebagai pelanggar HAM berat, kasus Timor Timor, Papua, Aceh dan sebagainya.
Di dalam IPSC berdiri pusat pelatihan bahasa, penanganan tanggap darurat bencana alam, serta pelatihan kontra teroris. Didirikannya IPSC membuat posisi Indonesia sangat baik di mata internasional. Sehingga setelah Soeharto mendirikan Komisi Nasional HAM dan aktif di HAM di Asia Tenggara, dalam waktu singkat Indonesia kemudian ditunjuk sebagai Ketua Komisi HAM PBB yang dipimpin Makarim Wibisono, lulusan HI Fisipol UGM.
Misi Perdamaian Mesir dan Timor Timur
Jauh sebelum adanya IPSC, Indonesia lewat UGM sudah melakukan berbagai aksi kemanusiaan dan perdamaian di kancah internasional. Pada bulan November 1978 hingga Mei 1979, Sudarmanu bersama Edyson TR (mahasiswa Fakultas Peternakan) selaku Menwa UGM dikirim ke Timur Tengah (Mesir) dalam rangka membantu Tim Perdamaian PBB. Selama di Mesir mereka bergabung dengan Kontido Garuda VIII dengan tugas melaporkan kegiatan tim ke Head Quarter/UNEF dan komunikasi internal di dalam pasukan.Cakupan kegiatannya meliputi basecamp, perwakilan Suez, perwakilan Kairo, serta mendampingi pengawasan wilayah (yang dilakukan tim khusus dari Soviet) dalam patroli pesawat udara.
Mahasiswa bersama tim garuda VIII mengikuti apel bersama (Dok. UGM)
Sadar akan konflik internasional yang masih kerap ada, UGM selalu mencoba mengirim bantuan pasukan untuk membantu di berbagai negara. Pengiriman terbaru ketika ikut andil dalam memecahkan permasalahan Timor Timur (Timor Leste). Pusat Studi Keamanan dan Perdamaian (PSKP) UGM memberikan Kursus Intensif Analisis Konflik bagi pegawai pemerintah, pegiat lembaga swadaya masyarakat, dosen, dan wartawan untuk meningkatkan kapasitas di bidang riset, analisis, dan pelaporan konflik sosial.
Direktorat Pencegahan Konflik Komunitas, Departemen Keamanan, Timor Leste mengikuti kursus dengan mengirimkan empat stafnya pada tanggal 15 27 Juli 2013 di Yogyakarta. Materi kursus ini meliputi pemahaman dasar tentang konflik komunitas, kekerasan, bina damai komunitas, analisis konflik dan alat-alat analisis konflik, isu-isu dalam konfik komunitas (etnis dan agama, lahan, pemuda, kriminal dan kekerasan domestik), etika dan perencanaan riset, merancang riset dan metode pengumpulan data, menganalisis data, menulis laporan, cara diseminasi hasil riset, dan cara memengaruhi kebijakan dan praktik.
Kursus diberikan oleh Prof. Mohtar Mas’oed, MA, Drs. Samsu Rizal Panggabean, MSc, Titik Firawati, SIP, MA, Dr. Eric Hiariej, MPhil, Dody Wibowo, SIP, MA, dan Rudy Harisyah Alam, SAg. Mereka menggunakan pendekatan andragogi dalam pelaksanaan kursus, yakni pendekatan belajar untuk orang dewasa yang lebih mengedepankan aspek belajar mandiri pada peserta.