Pangan salah satu penentu Kesehatan, produksi pangan yang bertanggung jawab dan sesuai dengan kearifan lokal dapat mendukung percepatan tujuan pembangunan berkelanjutan
Kesehatan di Indonesia masih menjadi salah satu masalah pembangunan berkelanjutan. Salah satu penyebabnya ialah ketahanan pangan, terutama untuk balita. Angka malnutrisi dan stunting (kerdil) pada balita di Indoesia ternyata masih cukup tinggi sehingga masih mengundang keprihatinan bagi banyak sebagian kalangan peneliti di Perguruan Tinggi. Data Kementerian Kesehatan pada tahun 2017 menyebutkan, 17,8% balita di Indonesia mengalami malnutrisi. Bahan pokok pembuatan makanan bayi yang masih bertumpu pada susu impor menjadi masalah berikutnya.
Salah satu upaya untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan mengembangkan produk penunjang nutrisi alternatif seperti yang dilakukan oleh Dosen Fakultas Teknologi Pertanian (FTP) UGM, Ir. Indyah Sulistya Utamy, S.U. Pada tahun 2014 beliau berhasil mengembangkan formulasi susu kedelai fermentasi sebagai bahan makanan penunjang nutrisi bayi. Formulasi susu ini berawal dari hasil penelitian sebelumnya di tahun 2012 yang menggunakan kedelai secara langsung tanpa fermentasi. Selanjutnya hasil penelitian tersebut dikembangkan bekerja sama dengan PT. Sari Husada untuk membuat formulasi dari susu kedelai yang sudah difermentasi.
Dibandingkan dengan susu murni, susu yang berasal dari kedelai memiliki beberapa kelebihan sebagai bahan pokok pembuatan makanan bayi, antara lain susunan asam amino pada kedelai setara dengan susu murni namun mengurangi oligosakarida sehingga kandungan protein lebih mudah dicerna. Produk yang memiliki nilai ekonomi ini kemudian dipasarkan dalam bentuk bubuk. Agar bisa dibuat susu dalam bentuk bubuk, susu kedelai yang sudah difermentasi selanjutnya dilakukan proses penepungan. Hasil penepungan tersebut lalu dicampurkan beras yang sudah difermentasi. Hasilnya ialah terdapat Pangan salah satu penentu Kesehatan, produksi pangan yang bertanggung jawab dan sesuai dengan kearifan lokal dapat mendukung percepatan tujuan pembangunan berkelanjutan kandungan karbohidrat yang didapatkan dari beras terfermentasi, juga kandungan protein dari kedelai.
Kedelai dan beras yang dipilih sangat sesuai dengan karakter geografis Indonesia, sebagai negara agraris. Kedelai telah dikenal masyarakat dari Asia Timur salah satunya Indonesia sebagai jenis polong-polongan yang menjadi bahan dasar banyak makanan seperti kecap, tahu, dan tempe, atau susu bagi orang yang memiliki sensitifitas terhadap laktosa atau protein hewani.
Produktifitas kedelai di Indonesia dapat dikembangkan, berdasarkan data dari USDA, produktivitas kedelai Indonesia tercatat 1,3 ton per per hektare pada 2017/2018. Masyarakat Indonesia juga lebih familier dengan kedelai dibandingkan susu, terbukti dari permintaan kedelai Indonesia yang meningkat setiap tahun. Di tahun 2019 ini Dr. Ir. M. Nur Cahyanto, M.Sc bersama mahasiswa TPHP telah melakukan penelitian terhadap fermentasi kedelai, yang difokuskan pada kedelai hitam. Pada umumnya kedelai hitam digunakan untuk kecap dan tauco, selain alasan inovasi, pemilihan kedelai hitam juga ditinjau dari kemudahan untuk ditanam. Sebagai tambahan, dalam kedelai hitam terdapat senyawa antosianin yang memberi warna hitam pada kulit bijinya, salah satu fungsi antosianin yang banyak diketahui yaitu sebagai antioksidan di dalam tubuh sehingga dapat mencegah terjadinya penyumbatan pembuluh darah. Melalui inovasi fermentasi kedelai ini, diharapkan bahan baku yang digunakan industri lebih sesuai dnegan karakter geografis Indonesia, angka malnutrisi dapat berkurang karena warga dapat lebih mudah membeli produk susu untuk balita, serta kesehatan penduduk Indonesia dapat semakin meningkat sehingga tujuan pembangunan berkelanjutan ke 12 dan ke 3 dapat terwujud di Indonesia.
Ir. Indyah Sulistya Utamy, S.U mengembangkan produk susu alternatif berbahan dasar kedelai untuk balita penderita gizi buruk (Dok. https://tphp.ugm.ac.id/)