Alangkah tragis nasib bangsa dan ekonomi Indonesia setelah 58 tahun merdeka, yang begitu percaya sudah memasuki tahap “tinggal landas” pada tahun-tahun 1993-1998 (Repelita VI), tetapi justru kemudian menabrak batu karang sangat tajam yang nyaris menenggelamkannya. (Mubyarto, 2003:13).
Ekonomi ke-Barat-an
Krisis keuangan dan krisis perbankan yang pernah terjadi selama kurang lebih 5 tahun sejak krismon tahun 1997 setelah 3 kali pergantian presiden, banyak disesalkan oleh masyarakat Indonesia, terkhusus para pemegang kuasa. Kritik-kritik keras tentang peranan utang dan modal asing dalam ekonomi Indonesia ketika itu, hanya menjadi angin lalu karena kuatnya pe-ngaruh teknokrat ekonomi Neoliberal ke-Barat-baratan (Amerika).
Prof. Dr. Mubyarto menilai ekonomi Indonesia sejauh ini telah didirikan berdasar ajaran teks dari Barat yang menjadi arus utama dalam pemikiran pakar ekonomi dan teknokrat Indonesia. Padahal, ajaran Barat ini jelas-jelas adalah pasar persaingan sempurna yang berlaku secara global. Beliau menyesalkan tidak digubrisnya perbedaan sistem, nilai, dan budaya Barat, khususnya Amerika Serikat dengan sistem, nilai, dan budaya Indonesia oleh para pakar ekonomi dan teknokrat Indonesia.
Salah satu pencetus ekonomi Pancasila, Prof. Dr. Mubyarto (Dok. UGM)
Perekonomian Indonesia selama ini lebih banyak menggunakan metode deduktif, dengan mempelajari secara teoretis ekonomi Barat dan mencoba menerapkannya di Indonesia tanpa memperhatikan perbedaan sistem nilai dan budaya kedua negara. Padahal ekonomi tersebut tidak sesuai dengan jiwa dan asas ekonomi kekeluargaan yang diamanatkan pasal 33 UUD 1945 dan Pancasila.
Prof. Dr. Mubyarto dalam penelitiannya yang lebih menekankan metode induktif-empiris, yakni penelitian ke daerah-daerah dan langsung menyentuh kehidupan masyarakat miskin, menemukan teori-teori ekonomi yang lebih spesifik dengan kondisi Indonesia. Beliau melihat penerapan Ekonomi Pancasila sudah ada di segala cabang kegiatan ekonomi masyarakat, dari mulai pertanian dan perikanan, industri dan kerajinan, serta di bidang jasa. Namun, ekonomi rakyat ini sering tidak dianggap, dan dikategorikan sebagai ekonomi yang ilegal (hidden).
Secara ekonomi makro, praktek-praktek kegiatan ekonomi rakyat yang mengacu pada sistem Ekonomi Pancasila terasa tersendat. Ini karena politik ekonomi pemerintah terlalu bersifat liberal dan berpihak pada konglomerat meski paham akan perilaku destruktif yang disebabkan oleh mereka.
Beliau menekankan jika ekonomi Indonesia masih tunduk pada hukum-hukum global-neoliberal, yang jelas-jelas lebih menguntungkan negara industri dan merugikan rakyat, maka selama itu pula ekonomi nasional akan rapuh dan cita-cita pembangunan nasional yang menyejahterakan rakyat sulit terwujud.
Sistem Ekonomi Pancasila
Bibit-bibit sistem Ekonomi Pancasila sudah ada dan sudah dilaksanakan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia terutama masyarakat pedesaan dalam bentuk usaha-usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
Dalam penelitian di Kalimantan Timur, Prof. Dr. Mubyarto tercengang ketika melihat kesaksian “bagi-bagi rejeki” dari pelayanan warga. Area layanan ini dibagi sama rata sehingga tidak ada yang mendominasi. Menurutnya, ini adalah salah satu contoh Ekonomi Pancasila dalam kehidupan nyata masyarakat Indonesia.
Sistem Ekonomi Pancasila mengatur hubungan koordinatif antara manusia satu dengan yang lain dalam kehidupan bermasyarakat dalam usaha memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan ini ada tiga, yakni kebutuhan material, sosial, dan moral. Agar manusia hidup sejahtera dan bahagia, maka ketiga kebutuhan tersebut diusahakan dalam keadaan seimbang dan serasi.
Untuk membangun ekonomi yang sesuai dengan jati diri masyarakat Indonesia, sudah sepatutnya digunakan ekonomi yang berlandaskan budaya bangsa Indonesia. Menurut beliau, pancasila merupakan “hasil galian” dari gagasan dan pandangan hidup asli masyarakat Indonesia sehingga layak menjadi landasan sistem ekonomi Indonesia. Jika dalam sistem Ekonomi Neoklasik, tujuan berekonomi hanya mencapai efisiensi dalam produksi dan konsumsi barang-barang material, maka tujuan berekonomi versi Ekonomi Pancasila memenuhi tujuan efisiensi sekaligus keadilan.
UGM lewat Pusat Studi Ekonomi Pancasila (Pustep) yang berdiri sejak 12 Agustus 2002 terus mengadakan kajian-kajian teoritis maupun praktis untuk menyusun prinsip-prinsip umum dalam menjalankan Ekonomi Pancasila bersama Prof. Dr. Mubyarto, yakni rumusan kongkrit begaimana bekerjanya Ekonomi Pancasila. Rumusan yang sejalan, sesuai, dan setia pada asas-asas Pancasila dengan mengajarkan ekonomi yang berketuhanan, berperikemanusiaan, berkebangsaan, berkerakyatan, dan berkeadilan sosial.
Penelitian dan kajian-kajian ini membuahkan hasil di tahun 2004 dan disetujui menjadi mata pelajaran Ekonomi Pancasila untuk diajarkan di sekolah-sekolah lanjutan atas di Yogyakarta, Kabupaten Nganjuk, dan Propinsi DKI-Jakarta. Keyakinan Ekonomi Pancasila semakin nyata seusai diadakan lokakarya Guru-Guru Ekonomi SMA diselenggarakan. Ekonomi Pancasila pun berkembang hingga saat ini.