Permasalahan tentang sanitasi bisa dikatakan sebagai kebutuhan pokok manusia. Sistem sanitasi yang buruk tidak hanya berakibat pada kesehatan manusia dan lingkungan hidup, tetapi juga aktifitas ekonomi yang terkait.
Laboratorium Teknologi Tradisional (Tektras)
Ahli tata kelola air tradisional, Guru Besar Fakultas Teknik UGM, Prof. Ir. Hardjoso Prodjopangarso pada tanggal 19 Februari 1971 mengucapkan pidato pengukuhan tentang, “Beberapa Cara Mendapatkan Air Minum di Indonesia”. Ini menunjukkan tentang pandangan-pandangan visioner beliau, di mana beberapa tahun setelah itu Indonesia benar-benar mengalami kesulitan dalam mendapatkan air bersih.
Pada tahun 1973, Menteri PU Prof. Dr. Ir. Soetami melalui Dr. Ir. Soejono memberikan sumbangan gedung Laboratorium P4S PU-FT UGM atas jasa kerja sama yang baik dalam Proyek Pengairan Pasang Surut. Laboratorium ini mempunyai dasar legalitas yang kuat, antara lain sebagai pelaksana keputusan Musyawarah KAGAMA tahun 1981 dalam GBHN. Gedung ini kemudian diperbaharui oleh Menteri PU Dr. Ir. Joko Kirmanto dengan perantaraan Ir. Darmanto, Dip. HE, M.Sc. pada tahun 2007.
Di dalam laboratorium P4S PU ini terdapat Lab. Teknologi Tradisional (Tektras) yang mana berbagai karya Prof. Hardjoso lahir dan berkembang, salah satunya adalah Tripikon-S (tangki septik untuk daerah rawa) pada 1989. Mahasiswa pertama Sekolah Tinggi Teknik (STT) di Yogyakarta (cikal bakal Fakultas Teknik, UGM) ini terus mengembangkan Tripikon-S hingga dapat dimanfaatkan oleh masyarakat.
Penerapan Tripikon-S
Bertempat di Laboratorium Tradisional Teknik Sipil, Fakultas Teknik UGM, Teknologi Prof. Ir. Hardjoso Prodjopangarso berhasil menemukan salah satu alternatif teknik penanganan limbah domestik dan limbah rumah tangga yang murah dan mudah pembuatannya, yakni Tripikon-S (Tri (tiga) Pi (pipa) Kon (konsentris) S (septik)). Tripikon-S dapat digunakan untuk tangki septik kakus/jamban rumah tangga di daerah yang air tanahnya dangkal, daerah pasang surut, dan daerah rawa, atau pada daerah berlahan sempit.
Tripikon-S pernah diterapkan di daerah pasang surut dan pemukiman padat seperti Kelurahan 3-4 Ulu, Palembang di mana air sungai di sana mudah sekali tercemar oleh limbah domestik yang berasal dari rumah tangga. Tangki septik konvensional yang cukup efisien sebagai prasarana penyehatan lingkungan sulit dibuat untuk daerah-daerah tersebut karena tidak adanya lahan atau karena lahan yang selalu tergenang air. Oleh karena itu, dibutuhkan instalasi pengolah limbah (wastewater treatment installation) yang tepat.
Konstruksi Tripikon-S terdiri dari tiga buah pipa konsentris dengan prinsip kerja proses perombakan yang serupa dengan tangki septik konvensional. Limbah padat dan cair masuk melalui pipa kecil dan mengalami perombakan di dalam pipa sedang. Bagian atas dari pipa sedang merupakan tempat terjadinya proses aerobik, bagian tengah merupakan lintasan, dan bagian bawah merupakan tempat terjadinya proses anaerobik. Selama melintas di pipa tengah, limbah akan terurai menjadi gas, air, dan lumpur mineral.
Konstruksi Tripikon-S
Tripikon-S ini sudah diterapkan di beberapa tempat di Indonesia, yakni di Bengkulu, Kudus, Semarang, Kalimantan seperti di Pontianak dan Banjarmasin, serta di Yogyakarta tepatnya di kawasan permukiman sekitar Kali Code.
Penelitian yang sudah dilakukan dalam pengembangan Tripikon-S adalah pemeriksaan kadar BOD dan nilai pH terhadap kualitas limbah buangan pada bulan Januari 1994. Hasil rata-rata menunjukkan jika pengujian sampel outlet untuk pH adalah sebesar 6,3. Nilai tersebut sudah memenuhi baku mutu air limbah.
Hasil penelitian BOD pada Tripikon-S (Sumber: Laboratorium Teknologi Tradisional Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada)
Tripikon-S Plus
Tripikon-S mengalami modifikasi dalam peningkatan bakteri pengurai. Keberadaan bakteri pengurai limbah padat yang disemai menjadi sebuah tambahan penting untuk mengurangi volume lumpur dan meningkatkan efektifitas kinerja Tripikon-S. Dengan adanya bakteri pada awal pemakaian, waktu tunggu 4 bulan dapat dikurangi dan lumpur sudah dapat diuraikan. Oleh karena itu, dikenalkan Tripikon-S Plus yang merupakan hasil modifikasi dari Tripikon-S di mana sudah menggunakan bakteri pengurai yang disemai pada awal pemakaian.
Modifikasi yang dilakukan pada Tripikon-S Plus adalah limbah grey water dan black water. Grey water merupakan limbah domestik yang berasal dari limbah cucian, kamar mandi, deterjen, sabun, dapur, dan lain-lain. Sedangkan black water adalah limbah organik yang berasal dari WC atau toilet berupa kotoran urin maupun tinja. Sampai sekarang, Tripikon-S sudah diterapkan di berbagai lokasi di Indonesia, baik pedesaan maupun perkotaan.