Perempuan memegang peranan penting dalam ketahanan pangan. Peran ganda perempuan dalam peran domestik dan peran publik yang sejak awal dimiliki menjadi faktor yang signifikan dalam upaya pemenuhan ketersediaan, keterjangkauan, pemerataan, serta keamanan dan ketahanan pangan.
Kontribusi dalam upaya mendukung kesetaraan gender dilakukan UGM melalui Pusat Studi Wanita yang bekerja sama dengan KEMENRISTEKDIKTI RI tentang “Model Ketahanan Pangan Dalam Perspektif Gender”. Penelitian yang diketuai oleh Drs. Purwanto, SU., M.Phil yang beranggotakan Dr. Muhammad Supraja, M.Si; Drs. Soeprapto, SU; Ir. Haryoso, M.Ext.Ed dilaksanakan sejak April hingga September 2016. Permasalahan kerawanan pangan tingkat global maupun nasional menjadi isu dalam program pangan sedunia (World Food Programme WFP). Kerawanan pangan yang lebih akut diprediksikan terjadi pada tahun 2020 mendatang sehingga upaya-upaya perlu dilakukan dalam menanggulangi permasalahan tersebut. Pendekatan yang dilakukan dimulai dari akar rumput.
Penelitian yang dilakukan didasarkan pada kondisi tipologi yang berbeda-beda. Tiga jenis tipologi tersebut direpresentasikan melalui tiga kawasan diantaranya Desa Plumbon, Kabupaten Kulonprogo sebagai representasi desa sawah, Desa Tepus, Kabupaten Gunung Kidul sebagai representasi desa kering, dan Desa Kedungmalang, Kabupaten Jepara sebagai representasi desa pantai. Ketiga tipologi tersebut memiliki karakteristik tingkat kerentanan yang berbeda-beda. Namun demikian, perempuan berperan penting dalam proses penguatan ketahanan pangan khususnya dalam rumah tangga. Dari ketiga tipologi desa tersebut, perempuan memiliki peran signifikan dalam pendapatan rumah tangga. Peran signifikan tersebut dipengaruhi oleh adanya perubahan pandangan dan sikap masyarakat tentang pentingnya pendidikan bagi kaum perempuan, kemauan perempuan untuk mandiri dalam bidang ekonomi, dan luasnya kesempatan kerja di berbagai sektor yang adaptif.
Peran ganda perempuan dalam peran domestik dan publik juga menjadi faktor yang menentukan besarnya kapasitas perempuan dalam menjamin ketahanan pangan. Namun demikian, realitas di lapangan menunjukkan bahwa terdapat banyak kelemahan serta potensi-potensi yang bisa dioptimalkan oleh kaum perempuan. Misalnya saja, ketergantungan kebutuhan pangan atas beras, minimnya ketercukupan gizi seimbang saat paceklik, berkurangnya pendapatan hingga minimnya ketersediaan air bersih di desa kering, dan berbagai kelemahan lainnya.
Program pemberdayaan yang mendukung dalam optimalisasi potensi sumberdaya alam oleh kaum perempuan perlu untuk ditingkatkan. Rekomendasi program-program yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pemberdayaan masyarakat perempuan dapat dilakukan dari sisi domestik maupun dari sisi publik. Pemberdayaan perempuan yang dapat dilakukan dari sisi domestik diantaranya: peningkatan pengetahuan ibu rumah tangga tentang konsumsi pangan dan pemenuhan gizi seimbang serta pembiasaan konsumsi pangan lokal dalam pemenuhan pangan sehari-hari.
Sedangkan dari sisi publik pemberdayaan dapat dilakukan melalui gerakan diversifikasi pangan yang meliputi pengembangan produksi atau industri kuliner yang berbasis pangan lokal maupun optimalisasi pemanfaatan lahan atau pekarangan. Pengembangan pangan lokal juga akan meneguhkan kembali identitas lokal kawasan, peningkatan ketahanan pangan rumah tangga, serta mendukung perkembangan wisata daerah. Sedangkan optimalisasi pemanfaatan lahan atau pekarangan juga menjadi upaya perempuan dalam meningkatkan peran untuk ketahanan pangan rumah tangga. Ketersediaan lahan pekarangan maupun lahan kebun lainnya sebagai upaya dalam meningkatkan gizi keluarga maupun pendapatan keluarga.
Perempuan dalam ketahanan pangan dan keberdayaan pangan memiliki peran yang sangat penting dalam upaya memenuhi kebutuhan pangan keluarga. Peran ganda yang dimiliki perempuan sejak awal juga menjadi penentu dalam penjaminan ketahanan pangan rumah tangga. Keterlibatan perempuan dalam pemenuhan ketersediaan, keterjangkauan, pemerataan, dan keamanan pangan di suatu daerah akan efektif dalam upaya mencegah kerawanan pangan. Oleh sebab itu, peran perempuan dalam ketahanan dan keberdayaan pangan perlu mendapat perhatian sungguh-sungguh.
Temuan menarik dari penelitian ini adalah bahwa Gunung Kidul yang memiliki ketahanan pangan paling rawan, ternyata para warganya termasuk kaum perempuan sangat kreatif menuju pada diversifikasi bahan pangan, sebagaimana terlihat pada foto berikut.
Berbeda dengan Jepara yang tingkat ketahanan pangannya tergolong sedang, maka aktivitas ketahanan pangan di antara laki-laki dan perempuan relatif seimbang, yaitu kaum laki-laki mencari ikan di laut dan kaum perempuan yang mengolah bahan pangan di darat, ada semacam pembagian kerja di antara laki-laki dan perempuan.
Sementara itu untuk Kulon Progo yang relatif baik ketahanan pangannya, maka keterlibatan perempuan masih terbatas, dan masih terdominasi kaum pria dalam aktivitas ketahanan pangan.
Kaum perempuan Jepara yang sedang mengolah bahan pangan yang di dapat kaum laki-laki. (Dok. UGM)