Jumlah penderita DBD pada periode Januari-Desember 2015 mencapai 943 orang, sedangkan pada pertengahan tahun 2016 kejadian DBD sudah mencapai 623 orang. Melihat wabah ini, Universitas Gadjah Mada melakukan pengembangan penelitian untuk Wolbachia, nyamuk yang resisten terhadap perkembangan virus dari Nyamuk Aides Aegypti.
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit endemik yang mematikan dan mengancam di Indonesia. Bahkan, Indonesia masih menempati peringkat kedua setelah negara Brazil untuk kasus DBD. Di Indonesia dengue ringan muncul pada tahun 1799. Perkembangan demam berdarah menjadi sangat pesat memasuki tahun 1968. Tahun 1968, tercatat hanya 2 dari 29 provinsi di Indonesia yang dilaporkan terjangkit demam berdarah, yakni Surabaya dan Jakarta. Saat ini penyebaran demam berdarah sudah hampir di seluruh provinsi di Indonesia. Letusan penyakit yang besar terjadi di Indonesia pada tahun 1988 dengan jumlah kasus 47.573 dengan korban meninggal mencapai 1.527. Dinas Kesehatan Kota Yogya mencatat jumlah penderita DBD pada periode Januari-Desember 2015 mencapai 943 orang, sedangkan pada pertengahan tahun 2016 kejadian DBD sudah mencapai 623 orang.
Sejak tahun 1973 Universitas Gadjah Mada sudah turut serta memerangi dengue yang dibuka oleh dr. Sutaryo. Penelitian mengenai dengue beliau tekuni selama 15 tahun hingga membuahkan master piece disertasi pada tahun 1991 berjudul Arti Diagnostik dan Sifat Imunologik pada Infeksi Dengue.
Sebelumnya dr. Sutaryo telah mengumumkan nama Limfosit Plasma Biru (LPB) pada Kongres Nasional Ilmu Kesehatan Anak ke IV di Yogyakarta tahun 1978. Saat ini pengabdian atas dengue beliau lanjutkan dalam keseharian sebagai dokter di Rumah Sakit Universitas Gadjah Mada sekaligus staff pengajar di Universitas Gadjah Mada.
Pelepasan Nyamuk Aedes Aegypti di Kota Yogya (Sumber: fk.ugm.ac.id)
Pusat Kedokteran Tropis, Fakultas Kedokteran UGM melanjutkan serangkaian penelitian mengenai dengue melalui pengembangan penelitian untuk Wolbachia, nyamuk yang resisten terhadap perkembangan virus dari Nyamuk Aides Aegypti. Hal ini sebagai bentuk penyelarasan visi misi Fakultas Kedokteran UGM, yakni meningkat kesehatan masyarakat.
Inovasi penelitian Wolbachia dipimpin langsung oleh Wakil Dekan III Bidang Penelitian, Pengabdian kepada Masyarakat dan Kerjasama Fakultas Kedokteran UGM, Prof. dr. Adi Utarini, M.Sc., MPH., Ph.D., bersama dengan tim Eliminate Dengue Project (EDP-Yogyakarta) yang bekerjasama dengan Yayasan Tahija. Diawali pada tahun 2011, penelitian ini dilakukan di Monash University Australia.
Masa percobaan melalui penyebaran nyamuk Wolbachia dewasa pertama kali dilakukan di Kabupaten Sleman pada tahun 2014. Kegiatan ini disusul dengan penyebaran telur nyamuk ber-Wolbachia di Kabupaten Bantul. Hasil evaluasi percobaan menghasilkan serangkaian temuan yang pada dasarnya terbukti mampu menekan perkembangan virus DBD dalam tubuh nyamuk Aedes Aegypti. Hal ini ditinjau dari laporan jumlah penderita DBD yang mengalami penurunan. Tidak hanya itu, harapan Menristek terhadap hasil penelitian Wolbachia agar dapat dinikmati dan bermanfaat bagi masyarakat Indonesia terjawab pada tahun 2017. Kota Yogya, resmi mengasuh Wolbachia pada Agustus 2017.
Peletakan perdana 6.000-an ember telur nyamuk Aedes Aegypti di Kota Yogya sudah dimulai pada 31 Agustus 2016 di Museum Sasana Wiratama Diponegoro, Tegalrejo, Yogyakarta. Peletakan perdana ini turut dihadiri Dirjen Riset dan Pengembangan (Risbang) Kemenristekdikti, Dr. Muhammad Dimyati, Wakil Gubernur DIY, Pakualaman X, Kepala Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta, dr. Vita Yulia dan Yaya-san Tahija, Dr. Sjakon Tahija serta masyarakat Kota Yogya. Ber-bagai dukungan tidak hanya datang dari level nasional, namun juga internastional. Model pengendalian DBD melalui Wolbachia mendapatkan rekomendasi oleh WHO (Badan Kesehatan Dunia) pada Maret 2016. Ketekunan Prof. dr. Adi Utarini, M.Sc., MPH., Ph.D. membawanya meraih penghargaan Habibie Award pada November 2019.