Petualangan di alam menjadi penggemblengan mental dan fisik yang berat. Kesulitan dalam perjalanan mendaki gunung yang terjal dan licin, menembus semak belukar hutan belantara, menyusuri kegelapan gua, dan mengarungi arung deras sungai dan samudera menjadi tantangan yang harus dijawab dengan bekal pengetahuan dan perhitungan yang cermat.
Pertemuan dunia yang diprakarsai United Nations tahun 1972 pada Conference on Human Environment telah menghasilkan
Deklarasi Stockholm. Deklarasi ini merupakan kesepakatan untuk membangun kesadaran masyarakat dunia terkait pembangunan dan lingkungan hidup. Setahun setelah itu, sekitar tahun 1973 MAPAGAMA (Mahasiswa Pencinta Alam UGM) lahir dari keprihatinan terhadap lingkungan yang semakin rusak akibat pembangunan. Pergerakan kaum muda terpelajar ini sesungguhnya sudah lama dilakukan para mahasiswa dengan belajar dari alam, mendaki ketinggian gunung, menembus hutan, mengarungi sungai dan samudera, hingga menelusuri kegelapan gua.
Mapagama hadir lebih dari 45 tahun lalu, ingin menjawab tantangan perubahan jaman melalui aktivitas kegiatan mahasiswa di tengah pencarian jatidiri sebagai pemuda. Para mahasiswa belajar dari alam, mengalam dalam pemikiran, mengalami berbagai kegiatan, dan menjadi pengalaman. Proses mencintai alam melalui kegiatan di alam bebas menempa diri menjadi pemimpin kehidupan. Mapagama telah membuktikan bahwa sejumlah mahasiswa pencinta alam yang dulu sering mengembara bertualang melalui kegiatan pencinta alam, kini menjadi pemimpin di berbagai level dan bidang kehidupan.
Para mahasiswa pencinta alam pada dekade 1970an pada umumnya masih berkegiatan perjalanan lintas desa, berkemah, dan pendakian puncak gunung. Organisasi belum mapan dan memang belum diperlukan karena jumlah anggotanya masih sedikit dan kegiatannya masih terbatas. Mapagama hadir untuk memayungi kegiatan seluruh anggota di lingkungan UGM. Pada periode berikutnya mulai tumbuh menjamur kegiatan mahasiswa pencinta alam. Di era 1980-an kelompok mahasiswa pencinta alam di tingkat fakultas bahkan jurusan mulai tumbuh berkembang.
Pada periode 1980-an mahasiswa pencinta alam ini banyak melaksanakan pendidikan dan latihan di tingkat fakultas dan jurusan, hingga pada 1983 Mapagama menyelenggarakan Gladimula I yang diikuti perwakilan dari berbagai klub di fakultas dan jurusan. Pada 1980 hingga 1985 banyak kegiatan ekspedisi yang dilakukan oleh klub-klub di tingkat fakultas dan jurusan. Mapagama pada tahun 1984 melaksanakan Ekspedisi Gadjah Mada I di Pegunungan Tengah Irian Jaya, diikuti 27 orang perwakilan dari klub-klub di fakultas dan jurusan. Pada periode tersebut Mapagama merupakan perkumpulan yang beranggotakan klub-klub yang ada di fakultas dan jurusan.
Ekspedisi Gadjah Mada pertama diselenggarakan pada 1984 untuk menjalankan Tri Dharma Perguruan Tinggi (pendidikan, penelitian, dan pengabdian) di Pegunungan Tengah Jayawijaya. Melakukan ekspedisi petualangan dan pengembangan masyarakat di wilayah pedalaman memang cukup berat. Petualangan tidak sekedar berjuang menuju puncak Cartenz Jayawijaya, tetapi juga berinteraksi bersama masyarakat pedalaman. Penelitian tidak sekedar untuk penelitian akademis, tetapi penelitian untuk perubahan.
Ekspedisi Gadjah Mada I 1984 Pegunungan Jayawijaya, Tidak hanya mendaki puncak tetapi juga belajar bersama masyarakat (sumber: Mapagama)
Penelitian ekspedisi dilakukan dengan cara terlibat langsung hidup bersama dan kerja bakti bersama masyarakat menerapkan teknologi tepat guna (penjernihan air, tungku hemat energi, terasering lahan, pertanian pangan, perikanan, dll). Berbagai konsep dan teori di kampus yang sudah dipelajari dicoba dipertemukan dengan realitas kehidupan masyarakat pedalaman dan lingkungannya.
Pendidikan pencinta alam telah memberi warna dalam membangun karakter kepemimpinan yang ditempa dengan berbagai kesulitan dan tantangan hidup di medan yang sulit. Semangat para mahasiswa untuk mengenal tanah air, mengembangkan karakter, membangun kepemimpinan kolektif, serta penelitian aksi dan pengabdian masyarakat dilakukan secara terpadu dengan semangat belajar. Belajar dari pengalaman merupakan cara untuk menemukan dan membangun pengetahuan. Ujian kehidupan dengan belajar dari pengalaman rasanya lebih sulit dibanding dengan ujian di kelas dengan basis membaca buku referensi.
Gelora semangat mahasiswa untuk bertualang di daerah terdepan, terisolir, terbelakang, tersulit, dan tersembunyi (5T) menjadi obsesi belajar dari pengalaman. Para mahasiswa ini sangat terampil melakukan perjalanan di alam bebas dan di medan ekstrim. Para mahasiswa mengikuti pendidikan dasar dan lanjutan secara khusus mempelajari hingga menguasai orientasi medan dengan membaca peta dan peralatan navigasi, memainkan peralatan khas, bekerjasama dalam kelompok, manajemen operasional dan teknis dalam petualangan.
Petualangan di alam menjadi penggemblengan mental dan fisik yang berat. Kesulitan dalam perjalanan mendaki gunung yang terjal dan licin, menembus semak belukar hutan belantara, menyusuri kegelapan gua, dan mengarungi arung deras sungai dan samudera menjadi tantangan yang harus dijawab dengan bekal pengetahuan dan perhitungan yang cermat. Petualangan seperti ini bukan olahraga yang populer dengan banyak suporter bertepuk tangan dan miskin sponsor mendukung dana kegiatan. Petualangan adalah perjalanan menjawab berbagai kesulitan medan dan mengatasi kelangkaan dukungan dana, tidak ada kata lain kecuali hidup dengan sederhana.
Presiden Republik Indonesia, Ir. Joko Widodo , dahulu mengenyam pendidikan dasar pencinta alam dan mengikuti ekspedisi Silvagama pada 1983. Menteri Luar Negeri, Dra. Retno Marsudi, sejak masih mahasiswa telah menjadi pencinta alam dan menyukai jalan ke desa-desa serta mendaki gunung. Mantan Ketua Mapagama dan pimpinan Ekspedisi Lore Lindu, Ir. Nazir Foead, kini menjadi Ketua Badan Restorasi Gambut. Kepemimpinan mereka ini tak lepas dari proses yang dialami sewaktu menjadi mahasiswa pencinta alam.
Joko Widodo pada masa mahasiswa aktif sebagai pencinta alam dan ikut Ekspedisi 1983. (sumber: Mapagama)
Di antara banyak mahasiswa pencinta alam yang menyukai jalan hidup petualangan ini tercatat nama tokoh dalam bidangnya seperti Prof. Dr. M. Baiquni dan Dr. M. Pramono Hadi, MSc. (F. Geografi dan PSLH); Prof. Dr. Ir. Edhi Martono, M.Sc (F Pertanian); Prof. Dr. Tri Widodo, SE (F. Ekonomika dan Bisnis); dan para akademisi tangguh lain di bidangnya. Menjadi pemimpin akademik yang berkarir menekuni bidang keilmuan dan pengabdian pada bidang pendidikan. Ekspedisi ini terus berlanjut hingga internasional.