Pada tahun 1964, UGM menerjunkan mahasiswa Fakultas Pertanian ke daerah-daerah untuk melakukan program Demontrasi Masal, yakni panca usaha pertanian tentang peningkatan produksi padi.
Program Bimas Pemerintah
Pada tahun 1960-an, pemerintah memberikan fokus lebih dalam perbaikan dan pengembangan di sektor pertanian. Dibuatlah program Demontrasi Masal (Demas) atas usul UGM dalam rangka meningkatkan produksi hasil pangan. UGM pun turut berperan aktif membantu pemerintah pada pelaksanaan program Demas pada tahun 1964 dengan menerjunkan para mahasiswa dari Fakultas Pertanian ke daerah-dae-rah yang menjadi lokasi pelaksanaan program Demas. Program ini berisikan panca usaha pertanian, di mana para mahasiswa UGM memberikan pemahaman tentang peningkatan produksi padi kepada masyarakat.
Pada tahun 1965, sebanyak 128 mahasiswa Tingkat Doktoral I dan Tingkat Doktoral II dikerahkan untuk membantu program Demas Swa Sembada Bahan Makanan (Demas SSBM) sebagai pelaksana utama. Dalam rangka pengabdian tersebut, para mahasiswa ditempatkan di 64 unit yang tersebar di seluruh provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istemewa Yogyakarta. Selama 6 bulan lamanya, mereka berada di tengah-tengah masyarakat tani untuk membimbing pelaksanaan panca usaha pertanian yang luasnya mencapai 3.250 hektar.
Selain meningkatkan produksi tani, program Demas juga ditujukan untuk memperbaiki kesejahteraan hidup para petani. Program ini berhasil memberikan kenaikan hasil sebesar 100% hingga 300%. Pada tahun yang sama, proyek ini ditingkatkan menjadi 11.000 unit dengan luas seluruhnya 55.500 ha di Jawa Tengah dan DIY. Adapun mahasiswa yang terlibat dalam pengabdian ini adalah Fakultas Pertanian, Fakultas Kehutanan, dan Fakultas Ekonomi. Mengingat program ini juga untuk meningkatkan kesejahteraan hidup para petani, program Demas diubah menjadi Bimbingan Masal (Bimas).
Penyempurnaan Program Bimas
Terjadinya pemberontakan G30S pada tahun 1965 mengakibatkan kegiatan akademik di UGM sedikit terganggu. Walaupun begitu, kegiatan pengabdian mahasiswa pada masyarakat tetap berlanjut. Hal ini diungkapkan Ir. Supriyanto, M.Sc. pensiunan dosen Fakultas Pertanian UGM yang pernah menjadi mahasiswa petugas Bimas. “Meskipun suasana di kampus dan kegiatan akademik agak “kacau”, kakak-kakak angkatan saya tetap diterjunkan ke desa-desa di wilayah Jawa Tengah dan DIY sebagai petugas Bimas,” jelasnya. Program Bimas ini difokuskan pada pengolahan tanah, irigasi, hingga pengendalian hama penyakit.
Meskipun program Bimas telah berhasil meningkatkan jumlah produksi padi, ternyata para petani masih mengalami kesulitan dalam pengembalian kredit yang diberikan oleh pemerintah. Pada tahun 1969, Prof. Ir. Soedarsono Hadisapoetro (Guru Besar Fakultas Pertanian UGM) mengajukan konsep perbaikan pelaksanaan Bimas yang disempurnakan dengan Unit Desa. Konsep yang diberikan Ir. Soedarsono ini menekankan kegiatan-kegiatan di pedesaan meliputi, percontohan, penyuluhan, penyaluran saprodi, perkreditan, dan pemasaran di mana kesemuannya tidak ditangani oleh satu badan.
Pengabdian masyarakat dalam Bimas (Dok. UGM)
Kegiatan yang bersifat ekonomi akan diserahkan kepada perusahaan negara, swasta, dan koperasi, sedangkan kegiatan yang bersifat non ekonomi akan ditangani oleh
pemerintah. Lembaga-lembaga ekonomi dapat dimanfaatkan langsung oleh para petani dan koperasi menjadi bagian dalam kegiatan ekonomi pedesaan.
Konsep Unit Desa ini terdiri dari 18 unit yang masing-masing meliputi lahan sawah seluas 600-1000 ha. Setiap wilayah Unit Desa dilengkapi dengan Catur Sarana Unit Desa, seperti Kios Sarana Produksi, BRI Unit Desa, Penyuluhan Unit Desa (PPL), dan Koperasi Unit Desa (KUD). Kios Sarana Produksi ini berfungsi untuk menyediakan pupuk, pestisida, bibit, dan peralatan pertanian lainnya. Sehingga tugas utama bagi mahasiswa yang menjadi petugas Bimas adalah melakukan penyuluhan dan meyakinkan masyarakat akan pentingnya program pemerintah tersebut.
Dalam penyempurnaan pelaksanaan program Bimas ini, UGM menerjunkan mahasiswanya selama 6 bulan untuk membimbing para petani. Para mahasiswa memberikan penyuluhan dan bimbingan kepada petani mengenai berbagai teknologi dan cara penggunaan beserta manfaatnya. Koperasi Unit Desa yang sudah terbentuk memiliki fungsi sebagai tempat penjualan produksi padi atau hasil pertanian lainnya. Pengadaan koperasi ini dimaksudkan agar para petani tidak dipermainkan oleh tengkulak pada saat panen raya.
Program Bimas dengan penerjunan mahasiswa ke desa sebagai petugas penyuluhan dan bimbingan ini terus berjalan. Program ini selesai pada tahun 1971 setelah tujuan untuk meningkatkan produksi hasil pangan tercapai.