Pengentasan kemiskinan melalui program Demonstrasi Massal (Denmas) menjadi Bimbingan Masyarakat (Bimas) hingga terbentuknya Koperasi Unit Desa telah dilakukan oleh UGM sejak tahun 1964. Sejumlah Mahasiswa Fakultas Pertanian diterjunkan untuk mendampingi masyarakat dalam meningkatkan hasil produksi pertanian, pengolahan hasil pertanian, hingga model pengelolaan ekonomi yang pro petani.
Program Denmas jadi Binmas
Sejak tahun 1964 UGM aktif dalam program pengentasan kemiskinan. Pada tahun tersebut Mahasiswa Fakultas Pertanian diterjunkan ke desa-desa untuk melakukan demonstrasi massal (Demas) untuk meningkatkan produksi padi melalui aktivitas panca usaha pertanian. Peran UGM dalam pengentasan kemiskinan sejalan dengan program Pelita I (1969) yakni peningkatan taraf hidup rakyat dan meletakkan dasar-dasar pembangunan dalam tahapan berikutnya dengan berfokus pada pangan, sandang, perbaikan prasarana, perumahan rakyat, perluasan lapangan kerja, dan kesejahteraan rohani. Program Demas berubah menjadi Bimas (Bimbingan Massal) karena permasalahan pangan tidak hanya tentang meningkatkan produktivitas pertanian akan tetapi lebih dari itu bagaimana kondisi perekonomian petani bisa meningkat. Program Bimas tidak hanya tentang bagaimana cara men ingkatkan produktivitas panca usaha, namun juga terkait pengelolaan hasil pertanian untuk membangun masyarakat yang berkekuatan secara ekonomi. Sehingga terjadi perubahan program Denmas menjadi Bimas.
Prof. Soedarsono Hadisapoetra (kiri) dalam kegiatan pengembangan BUUD/KUD (Dok. UGM)
Konsep BUUD-KUD
Keberhasilan peningkatan jumlah produksi padi dari program Bimas tidak serta merta menyelesaikan permasalahan secara keseluruhan. Walaupun terjadi peningkatan di sektor produksi, petani tetap mengalami kesulitan dalam pengembalian kredit yang diberikan oleh pemerintah. Menanggapi permasalahan tersebut, Fakultas Pertanian UGM mengajukan konsep (Badan Usaha Unit DesaKoperasi Unit Desa) BUUD-KUD. Dalam hal ini, Prof. Ir. Soedarsono Hadisapoetro, Guru Besar Fakultas Pertanian UGM mengajukan konsep pilot proyek Bimas. Bimas merupakan program perbaikan dari Denmas yang disempurnakan dengan Unit Desa. Perbaikan yang diusulkan oleh Prof. Soedarsono diantaranya: 1). Lima kegiatan di pedesaan (percontohan, penyuluhan, penyaluran saprodi, perkreditan, dan pemasaran) tidak ditangani satu badan; 2). Kegiatan yang bersifat non ekonomi ditangani pemerintah dan kegiatan ekonomi diserahkan ke perusahaan negara, swasta, dan koperasi; 3) Lembaga-lembaga ekonomi dapat dimanfaatkan langsung oleh petani, dan 4). Koperasi tetap dibina
dan mengambil bagian dalam kegiatan ekonomi pedesaan.
Konsep pilot proyek yang telah disepakati oleh Dewan Pembina Bimas DIY langsung dilaksanakan saat musim tanam tahun 1969. Unit Desa yang terlibat berjumlah 18 yang masing-masing Unit Desa meliputi lahan (sawah seluas 6000-1000 ha). Setiap Wilayah Unit Desa dilengkapi dengan Catur Sarana Unit Desa, yaitu: 1). Kios sarana produksi; 2). BRI Unit Desa; 3). Penyuluhan Unit Desa (PPL); dan 4). Badan Usaha Unit Desa/Koperasi Unit Desa (yang kemudian disebut BUUD/KUD. Mahasiswa Fakultas Pertanian UGM diterjunkan langsung selama kurang lebih enam bulan di setiap Unit Desa untuk membimbing Bimas Unit Desa. Adapun fungsi dari masing-masing Unit Desa diantaranya adalah: 1). Kios sarana produksi berfungsi menyediakan pupuk, pestisida, bibit dan peralatan pertanian lainnya; 2). BRI berfungsi untuk menyediakan modal bagi petani untuk membeli sarana produksi; 3). Penyuluhan Pertanian Lapangan (PPL) berfungsi memberikan penyuluhan dan membimbing petani tentang macam teknologi dan cara penggunaan serta manfaatnya bagi petani ; dan 4). Koperasi Unit Desa berfungsi untuk tempat penjualan produksi padi/hasil pertanian. Hal ini sebagai upaya mengatasi permasalahan yang sering terjadi yakni agar petani tidak dipermainkan oleh tengkulak pada saat panen raya.